PMH: Pembuatan Sertifikat Hak Milik Tanpa Persetujuan Ahli Waris

 


 

ARTOSULAWESI.MY.ID - Sengketa ini terjadi atas tanah warisan seluas 71.500 m² yang terletak di Banjar Tulad, Bali. Tanah tersebut merupakan peninggalan dari alm. Kaki Muja. Dalam tradisi hukum adat Bali, tanah warisan seperti ini termasuk dalam kategori druwe tengah, yaitu tanah milik bersama seluruh ahli waris yang secara administratif diatasnamakan kepada salah satu anak pewaris, dalam hal ini Nang Modja.

Setelah Nang Modja meninggal, I Made Kerug (Tergugat), sebagai salah satu ahli waris, mengklaim tanah tersebut dan tanpa persetujuan dari ahli waris lainnya memecahkannya menjadi tujuh Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama dirinya sendiri. Tindakan tersebut melahirkan gugatan dari delapan orang ahli waris lainnya yang adalah keturunan Kaki Muja. Mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Semarapura namun ditolak.

Pengadilan Tinggi Denpasar kemudian membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan mengabulkan sebagian gugatan dan memutuskan tanah sengketa benar merupakan harta warisan bersama (druwe tengah) yang belum dibagi, dan oleh karena itu tindakan I Made Kerug (Tergugat) memecah dan mendaftarkan sertifikat tanpa persetujuan ahli waris lain merupakan perbuatan melawan hukum. 

Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dan menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi, terutama terkait dengan prinsip druwe tengah dalam hukum adat Bali. Menurut Mahkamah Agung, tindakan pemecahan sertifikat oleh Tergugat tanpa sepengetahuan ahli waris lain adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum, serta memerintahkan tanah warisan tersebut dibagi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam putusan banding.→ Putusan Mahkamah Agung Nomor 3294/Pdt/2024, tanggal 9 Oktober 2024.  Sumber: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaeff5a2560957e2aea3313430353034.html. #SalamPancasila, (Fredrik J. Pinakunary).

Komentar