Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Pertambangan
A. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Pertambangan
Istilah kewenangan dalam penggunaannya sering mengacu pada konsep wewenang. Dalam bahasa belanda istilah kewenangan/wewenang sering disejajarkan dengan istilah “bevoegheid”. Wewenang merupakan tindakan hukum publik, Lingkup wewenang pemerintahan tidak hanya meliputi membuat keputusan pemerintah (bertuur), tetapi juga dalam pelaksanaan tugas. Memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[1]
Salah satu sifat dari suatu pemerintahan modern, sebagaimana disebut Gwendolen M.Carter dan John H. Herz, ialah adanya pengakuan dan penerimaan atas pemerintah sebagai suatu kekuatan yang aktif didalam kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungannya.[2]
Dalam kegiatan pertambangan, pemerintah menurut Emil Salim perlu untuk campur tangan karena, pertama, sumber alam pertambangan bersifat “tidak diperbarui”, sehingga keberlanjutan pembangunan terhambat oleh tersusut habis sumber alam pertambangan. Kedua, campur tangan pemerintah perlu untuk mengoreksi pencemaran oleh industri pertambangan dengan memperhitungkan biaya pencemaran dalam biaya pertambangan.[3]
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara bahwasanya kewenangan pengelolaan pertambangan dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang mempunyai kewenangan pengelolaan pertambangan hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dibawah Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral.
Sejalan dengan cita-cita reformasi yaitu pemerintah daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus wilayahnya masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelimpahan kewenangan pada daerah otonom ini disebut otonomi daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 butir 6, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, mengatur kewenangan pengelolaan pertambangan oleh Pemerintah Daerah antara lain : Menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan WIUP mineral logam dan WIUP batubara serta WPR yang telah ditetapkan, menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan pada WIUP mineral logam dan WIUP batubara yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan penugasan kepada BUMD untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka penyiapan WIUP mineral logam dan WIUP batubara.
1. Syarat dan Prosedur Izin Usaha Pertambangan
Izin usaha pertambangan adalah kekuatan hukum yang digunakan pemegang izin untuk melaksanakan suatu kegiatan usaha pertambangan. Menurut pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. Adapun pihak–pihak yang ingin memperoleh izin usaha pertambangan harus memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu : IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, mengatur bahwa persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi meliputi persyaratan:[4]
a. Administratif
Persyaratan administratif untuk badan usaha meliputi :
1. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral logam dan batubara:
a) Surat permohonan
b) Susunan direksi dan daftar pemegang saham
c) Surat keterangan domisili
2. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral bukan logam dari batuan:
a) Surat permohonan
b) Profil badan usaha
c) Akta pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang
d) Nomor pokok wajib pajak
e) Susunan direksi dan daftar pemegang saham
f) Surat keterangan domisili
Persyaratan administratif untuk koperasi meliputi :
1. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral logam dan batubara :
a) Surat permohonan
b) Susunan pengurus
c) Surat keterangan domisili
2. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral bukan logam dan batuan :
a) Surat permohonan
b) Profil koperasi
c) Akta pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang
d) Nomor pokok wajib pajak
e) Susunan pengurus
f) Surat keterangan domisili
Persyaratan administratif orang perseorangan meliputi :
1. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral logam dan batubara :
a) Surat permohonan
b) Surat keterangan domisili
2. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral bukan logam dan batuan :
a) Surat permohonan
b) Kartu tanda Penduduk
c) Nomor pokok wajib pajak
d) Surat keterangan domisili
Persyaratan administratif untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi :
1. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral logam dan batubara :
a) Surat permohonan
b) Susunan pengurus dan daftar pemegang saham
c) Surat keterangan
2. IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi mineral bukan logam dari batuan :
a) Surat permohonan
b) Profil perusahaan
c) Akta pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan
d) Nomor pokok wajib pajak
e) Susunan pengurus dan daftar pemegang saham
f) Surat keterangan domisili
b. Teknis
Persyaratan teknis untuk IUP Eksplorasi meliputi :
1. Daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun
2. Peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional
Persyaratan teknis untuk IUP Operasi Produksi meliputi :
1. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional
2. Laporan lengkap eksplorasi
3. Laporan studi kelayakan
4. Rencana reklamasi dan pascatambang
5. Rencana kerja dan anggaran biaya
6. Rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi
7. Tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun
c. Lingkungan
Persyaratan lingkungan IUP Eksplorasi meliputi : Pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk IUP Operasi Produksi meliputi :
1. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2. Persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
d. Finansial
Persyaratan finansial untuk IUP Eksplorasi meliputi :
1. Bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi
2. Bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah
Persyaratan finansial IUP Operasi Produksi meliputi :
1. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik
2. Bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir
3. Bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi pemenang lelang WIUP yang telah berakhir
Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai peningkatan dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan operasi produksi.
Adapun Prosedur Izin Usaha Pertambangan yaitu memperoleh IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi. IUP Eksplorasi wajib memuat ketentuan sekurang kurangnya :
a. Nama perusahaan
b. Lokasi dan luas wilayah
c. Rencana umum tata ruang
d. Jaminan kesungguhan
e. Modal investasi
f. Perpanjangan waktu tahap kegiatan
g. Hak dan kewajiban pemegang IUP
h. Jangka waktu berlakunya tahap kegiatan
i. Jenis usaha yang diberikan
j. Rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan
k. Perpajakan
l. Penyelesaian perselisihan
m. Iuran tetap dan iuran eksplorasi
n. Analisi Dampak Linkungan (Amdal)
Untuk IUP Operasi Produksi wajib memuat kctentuan sekurang-kurangnya :
a. Nama perusahaan
b. Luas wilayah
c. Lokasi penambangan
d. Lokasi pengolahan dan pemurnian
e. Pengangkutan dan penjualan
f. Modal investasi
g. Jangka waktu berlakunya iup
h. Jangka waktu tahap kegiatan
i. Penyelesaian masalah pertanahan
j. Lingkungan hidup termasuk reklamasi pascatambang
k. Dana jaminan reklamasi dan pascatambang
l. Perpanjangan IUP
m. Hak dan kewajiban pemegang IUP
n. Rencana pengembangan dan pernberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan
o. Perpajakan
p. Penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi
q. Penyelesaian perselisihan
r. Keselamatan dan kesehatan kerja
s. Konservasi mineral atau batubara
t. Pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri
u. Penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik
v. Pengembangan tenaga kerja indonesia
w. Pengelolaan data mineral atau batubara
x. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara
2. Hubungan kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V, kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.[5] Kewenangan dalam hal ini, adalah kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara. Kewenangan pertambangan tidak terlepas dari kewenangan pemerintah pusat dan daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik.[6] artinya pemerintahan daerah dan pemerintah pusat secara bersama-sama (gotong royong) untuk mengatur dan mengurus pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dalam bingkai negara kesatuan.
Penekanan adanya hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dapat dilihat dalam rumusan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yakni : ”Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat”. Rumusan ini tentu mengisyaratkan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang telah diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, secara substansi urusan pertambangan merupakan wewenang dan urusan rumah tangga pemerintah daerah, salah satu wujud konkret yaitu penerbitan izin usaha pertambangan dilimpahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 2009. Kewenangan pemerintah daerah meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan daerah, Perizinan, penetapan wilayah dan operasional kegiatan usaha pertambangan dalam wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan, menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, kewenangan pemerintah pusat antara lain adalah :
1. Penetapan kebijakan nasional
2. Pembuatan peraturan perundang –undangan
3. Penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria
4. Penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan batu bara nasional
5. Penetapan WP yang dilakukan setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
6. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertarnbangan yang berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai
7. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan yang lokasi penambangannya berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai
8. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang terdampak lingkungan Langsung, Iintas provinsi dan/atau dalam wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai
9. Pemberian IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi produksi
10. Pengevaluasian IUP Operasi Produksi, yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta yang tidak menerapkan kaidah pertambangan yang baik
11. Penetapan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, dan konservasi
12. Penetapan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan pemberdayaan masyarakat
13. Perumusan dan penetapan penerimaan ilegara bukan pajak dari hasil usaha pertambangan mineral dan batubara
14. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
15. Pembinaan dan pengawasarl penyusunan peraturan daerah di bidang pertambangan
16. penginventarisasian, penyelidikan, dan penelitian serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sebagai bahan penyusunan WIJP dan WPN
17. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada tingkat nasional
18. Pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang
19. Penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara tingkat nasional
20. Pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan
21. Peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan
Hubungan kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk pengelolaan pertambangan, namun semua kebijakan yang berkaitan dengan pertambangan masih lebih besar diberikan kepada pemerintah pusat. Dalam penandatanganan izin usaha pertambangan pada wilayah kewenangan pemerintah daerah adalah Gubernur dan Bupati/Walikota dengan perusahaan pertambangan, tetapi segala hal yang berkaitan dengan substansi izin usaha pertambangan telah ditentukan oleh pemerintah pusat yang berarti pemerintah daerah tidak dapat mengembangkan substansi izin usaha pertambangan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, IUP diberikan oleh :
1. Bupati/Walikota apabila WIUP berada di dalarn satu wilayah kabupaten/ kota
2. Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota seternpat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Asas-Asas Hukum Pertambangan
Asas hukum merupakan unsur penting dari suatu peraturan hukum, bahkan dapat dikatakan sebagai jantungnya peraturan hukum. Alasan mengapa asas hukum dikatakan sebagai jantungnya peraturan hukum, yaitu :
a. Asas hukum merupakan landasan lahirnya peraturan hukum, artinya peraturan hukum pada akhirnya dapat dikembalikan kepada asas hukum
b. Asas hukum merupakan alasan/tujuan umum (rasio-legis) dari lahirnya peraturan hukum, artinya asas hukum tidak akan habis kekuatannya untuk melahirkan peraturan baru. Asas hukum akan tetap ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya
Dapat disimpulkan bahwa asas hukum merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Intinya, asas hukum bukan merupakan hukum yang konkrit, namun lebih pada pikiran dasar yang umum dan abstrak. Asas hukum sebagai pikiran dasar peraturan konkrit pada umumnya bukan tersurat melainkan tersirat dalam kaidah atau peraturan hukum konkrit.
Adapun fungsi dari asas hukum yaitu merealisasikan ukuran atau kriteria nilai (kesusilaan) sebanyak mungkin dalam kaidah-kaidah dari hukum positif dan penerapannya. Mewujudkan ukuran atau kriteria nilai yang dimaksud tersebut secara sempurna dalam suatu sistem positif adalah tidak mungkin, oleh sebab itu bagi pembentuk undang-undang, asas hukum berfungsi sebagai pedoman kerja, dan bagi para praktisi (khususnya hakim) untuk melakukan interpretasi/analogi/koreksi. Pada akhirnya asas hukum memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pondasi dari sistem hukum positif dan sebagai batu uji kritis terhadap sistem hukum positif.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan :
1. Manfaat, keadilan dan keseimbangan
Asas manfaat merupakan asas dimana didalam pengusaan bahan galian dapat dimanfaatkan/digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Asas keadilan adalah dalam melakukan penambangan harus mampu memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional bagi seluruh warga negara tanpa ada yang dikecualikan. Sedangkan asas keseimbangan adalah dalam melakukan kegiatan penambangan wajib memperhatikan bidang-bidang lain terutama yang berkaitan langsung dengan dampaknya.
2. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa
Asas ini bermakna bahwa seluruh usaha penambangan berorientasi kepada kepentingan bangsa, kegiatan dan hasilnya hanya untuk kepentingan nasional.
3. Partisipatif, transparansi dan akuntabilitas
Asas partisipatif merupakan asas dimana pihak swasta maupun perorangan diberikan hak untuk mengusahakan bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Asas transparansi adalah keterbukaan dalam penyelenggaraan kegiatan pertambangan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur. Juga masyarakat dapat memberikan bahan masukan kepada pemerintah. Asas akuntabilitas merupakan asas dimana kegiatan penambangan dilakukan dengan cara-cara yang benar sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
4. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
Asas ini merupakan asas yang dimana dalam penyelenggaraan kegiatan penambangan harus memperhatikan lingkungan hidup agar tidak mencemari lingkungan.
Menurut DR.H. Salim HS bahwa asas-asas hukum pertambangan terdiri dari :7
1. Asas ekonomi kerakyatan
2. Asas keterpaduan
3. Asas manfaat
4. Asas keadilan
5. Asas keseimbangan
6. Asas pemeratan
7. Asas kemakmuran
8. Asas keamanan
9. Asas kepastian hukum
10. Asas berwawasan lingkungan
B. Mekanisme Dan Tata Cara Pengelolaan Pertambangan
Pengelolaan pertambangan mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan peraturan pelaksanaanya, antara lain : Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 to Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Untuk pengawasan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010. Sedangkan untuk penyelenggaraan usaha pertambangan di daerah mengacu pada Peraturan Menteri dan Sumber Daya Mineral Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pengawasan terhadap Penyelenggaran Pengelolaan Pertambangan yang di lakukan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
1. Studi Kelayakan Pengelolaan Pertambangan
Pertambangan mempunyai beberapa karakteristik, yaitu tidak dapat diperbaharui (non renewable), mempunyai resiko relatif lebih tinggi dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun lingkungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umumnya.[7]
Studi kelayakan selain berguna dalam mengambil keputusan jadi atau tidaknya rencana usaha penambangan itu dijalankan, juga berguna pada saat kegiatan itu jadi dilaksanakan, yaitu :
a. Dokumen studi kelayakan berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, baik acuan kerja di lapangan, maupun acuan bagi staf manajemen di dalam kantor
b. Berfungsi sebagai alat kontrol dan pengendalian berjalannya pekerjaan
c. Sebagai landasan evaluasi kegiatan dalam mengukur prestasi pekerjaan, sehingga apabila ditemukan kendala teknis ataupun nonteknis, dapat segera ditanggulangi atau dicarikan jalan keluarnya
d. Bagi pemerintah, dokumen studi kelayakan, merupakan pedoman dalam melakukan pengawasan, baik yang menyangkut kontrol realisasi produksi, kontrol keselamatan dan kesehatan kerja, kontrol pengendalian aspek lingkungan, dan lain-lain
2. Tanggung Jawab Perusahaan Tambang Dalam Corporate Social Responsibility (CSR)
Perusahaan yang diberikan izin usaha pertambangan memiliki suatu kewajiban terhadap masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan berada dan melaksanakan kegiatan usahanya. Kewajiban perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan ini disebut dengan Corporate Social Responsibility atau Tanggung Jawab Perusahaan yang selanjutnya akan disebut dengan CSR.
Dalam buku Aspek Hukum Pengelolaan Perusahaan (hal. 111), Tuti Rastuti, dkk; berpendapat bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.[8]
Konsep Corporate Social Responsibility sejalan dengan pemikiran John Elkington (Prima, 2014) melalui prinsip Triple Bottom Line atau lebih dikenal dengan istilah 3P. Menurut Elkington, setiap perusahaan yang melaksanakan corporate social responsibility harus berpedoman pada tiga prinsip dasar, yaitu People, Planet, and Profit. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib memperhatikan kesejahteraan masyarakat (People), kelestarian lingkungan hidup (Planet), dan keuntungan yang diperoleh (Profit). Ketiga prinsip ini juga ditambahkan dengan prinsip Human Rights, karena sebagai entitas social perusahaan memiliki kemampuan dan kekuatan untuk melanggar dan atau mengadvokasi HAM.[9]
Dari uraian diatas dapat ditarik pengertian bahwasanya CSR merupakan tanggung jawab perusahaan tambang terhadap masyarakat dan lingkungan dengan berprinsip pada kesejahteraan, hak asasi manusia, dan keberlanjutan ekologi.
C. Kedudukan Pemerintah Daerah Dalam Penerbitan Izin Usaha Pertambangan
Menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Mineral dan batubara sebagai salah satu kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara melalui Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas penggunaan mineral dan batubara yang ada di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pengelolaan dan pemanfaatan mineral dan batubara secara optimal, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong dan mendukung perkembangan serta kemandirian pembangunan industri nasional berbasis sumber daya mineral dan/atau energi batubara.
Dalam perkembangannya, landasan hukum yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan peraturan pelaksanaannya belum dapat menjawab permasalahan serta kondisi aktual dalam pelaksanaan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara, termasuk permasalahan lintas sektoral antara sektor pertambangan dan sektor non pertambangan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan kepastian hukum dalam kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara bagi pelaku usaha di bidang mineral dan batubara. Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam undang-undang ini yaitu :
1. Pengaturan terkait konsep wilayah hukum pertambangan
2. Kewenangan pengelolaan mineral dan batubara
3. Rencana pengelolaan mineral dan batubara
4. Penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, BUMD, atau badan usaha untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka penyiapan WIUP
5. Penguatan peran BUMN
6. Pengaturan kembali perizinan dalam pengusahaan mineral dan batubara termasuk di dalamnya, konsep perizinan baru terkait pengusahaan batuan untuk jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu, serta perizinan untuk pertambangan rakyat; dan
7. Penguatan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan usaha pertambangan, termasuk pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.
Dalam undang-undang ini juga dilakukan pengaturan kembali terkait kebijakan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara, divestasi saham, pembinaan dan pengawasan, penggunaan lahan, data dan informasi, pemberdayaan masyarakat, dan kelanjutan operasi bagi pemegang KK atau PKP2B.
D. Pengaturan Izin Usaha Pertambangan Dalam Perundang-Undangan
Pengaturan izin usaha pertambangan pada pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :
IUP terdiri atas dua tahap :
1. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan
2. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan
Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1).
IUP diberikan oleh :
1. Bupati/Walikota apabila WIUP berada di dalarn satu wilayah kabupaten/ kota
2. Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota seternpat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganan
3. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
IUP diberikan kepada :
1. Badan usaha
2. Koperasi
3. Perseorangan
Setelah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 maka pengaturan IUP berbunyi :
IUP terdiri atas dua tahap kegiatan :
1. Eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan
2. Operasi produksi yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, serta pengangkutan dan penjualan
Pemegang IUP dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 36A sehingga berbunyi sebagai berikut: Dalam rangka konservasi Mineral dan Batubara, pemegang IUP atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi wajib melakukan kegiatan Eksplorasi lanjutan setiap tahun dan menyediakan anggaran.
Ketentuan huruf c Pasal 38 diubah sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut:
IUP diberikan kepada :
1. Badan usaha
2. Koperasi
3. Perusahaan perseorangan
Pengaturan izin usaha pertambangan juga terdapat dalam peraturan pelaksana undang-undang, yakni : PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :[10]
1. Izin usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara dikelompokkan menjadi:
a. IUP Eksplorasi
b. IUPK Eksplorasi
c. IUP Operasi Produksi
d. IUPK Operasi Produksi
e. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
f. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan
g. SIUJP
2. Izin usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g dapat diberikan kepada:
a. Badan usaha
b. Koperasi
c. Perseorangan
3. Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. BUMN
b. BUMD
c. Badan usaha swasta
4. Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas :
a. Perusahaan firma
b. Perusahaan komanditer
c. Orang perseorangan
Badan Usaha, koperasi, dan perseorangan hanya dapat melaksanakan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara setelah mendapatkan izin usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
Izin usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) tidak dapat digunakan selain sebagaimana dimaksud dalam pemberian izin usaha di bidang pertambangan mineral dan batu bara.
Referensi :
[1] Adies Kadir, 2018, Menyelamatkan wakil tuhan memperkuat peran dan kedudukan hakim, (Jakarta: Merdeka book ), hlm 26-27
[2] Gwendolen M.Carter dan John H. Herz, “Peranan pemerintah dalam masyarakat kini”, dalam miriam Budirdjo (editor), 1975, Masalah Kenegaraan, (Jakarta: Gramedia), hlm 75
[3] Emil Salim, 2010, Pertambangan dalam keberlanjutan pembangunan dalam ratusan bangsa merusak satu bumi, (Jakarta : Penerbit buku kompas ), hlm 46-47
[4] https://www.hukumpertambangan.com/izin-usaha-pertambangan/ diakses pada 12 September 2020
[5] Badan pengembangan bahasa dan perbukuan, kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima
[6] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam satu naskah
7 Salim HS, Hukum Pertambangan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 15
[7] Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm 43
[8] Tuti Rastuti, Aspek Hukum Pengelolaan Perusahaan, (Bandung: Refika Aditama, 2018), hlm 111
[9] Kasmudin, 2018. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) terhadap masyarakat Kawasan pertambangan, SELAMI IPS Edisi Nomor 48 Volume 4 Tahun XXIII Desember 2018 ISSN 1410-2323383
[10] Berita Negara Republik Indonesia tahun 2020 nomor 220, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Postingan Populer
MENGEDARKAN PRODUK KOSMETIK YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PEKERJAAN BELUM SELESAI DAPAT DIKENAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda