Langsung ke konten utama

Unggulan

PENYIMPANGAN PENGGUNAAN DANA HIBAH DENGAN CARA MEMBUAT PROYEK FIKTIF

ARTOSULAWESI.MY.ID - Universitas Kanjuruhan Malang telah menerima dana hibah sebesar Rp3 miliar dari Dirjen Dikti. Kemudian, Drs. Parjito, M.P., (Terdakwa) selaku Pembantu Rektor I dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), merancang proyek fiktif berupa pembangunan Gedung Multikultural senilai Rp2,29 miliar bersama-sama dengan Rektor dan Bendahara Universitas. Namun, pengerjaan gedung sebenarnya telah dilakukan secara mandiri oleh pihak Universitas yang dananya berasal dari PPLPT-PGRI. Akan tetapi, Terdakwa menggunakan dan menandatangani dokumen fiktif berdasarkan pembangunan tersebut untuk mencairkan dana hibah kepada PT APK (penyedia) yang kemudian ditransfer kembali ke rekening Rektor Universitas. Terdakwa juga mendapatkan keuntungan pribadi sebesar Rp300 juta. Alhasil, negara dirugikan sebesar Rp2.091.428.000. Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b Ayat (2) dan Ayat (3) UU 31/1999 oleh Pengadilan Negeri S...

Strategi Penanganan Perkara Kepailitan dan PKPU Di Indonesia - Sarana Hukum yang dapat digunakan secara Cepat, Terbuka, dan Efektif

 

 

STRATEGI PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU DI INDONESIA


Oleh:

JAMASLIN JAMES PURBA, S.H., M.H.

(Managing Partners Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS)

 (KETUA DEWAN PENASEHAT AKPI)

 

 SEJARAH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

Undang-Undang Kepailitan di Indonesia berasal dari UU Kepailitan yang berlaku di Belanda pada tahun 1893. Berdasarkan asas konkordansi maka UU kepailitan di Belanda tersebut diberlakukan di Inonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 1 November 1906 ((Faillissements Verordening). Setelah Indonesia merdeka tahun 1945 peraturan Faillissements Verordening tetap berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Gejolak moneter pada pertengahan tahun 1997 yang menimbulkan ketidakstabilan kondisi ekonomi dalam negeri sehingga menyebabkan banyak debitor Indonesia tidak mampu membayar utang-utangnya kepada kreditor asing.  Peraturan Kepailitan Faillissements Verordening yang merupakan peraturan perundang-undangan peninggalan zaman pemerintahan Hindia Belanda dianggap tidak dapat lagi diandalkan, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat untuk penyelesaian utang piutang, serta tidak mampu untuk mengadakan restrukturisasi utang dikarenakan prosesnya yang lambat.

Sementara itu sebagaimana kita ketahui latar belakang lahirnya perubahan besar Undang-UndangKepailitan adalah karena terjadinya gejolak moneter sejak tahun 1997, yang mana sangat berpengaruh kepada dunia usaha dalam memenuhi kewajiban kepada kreditor sehingga pada tanggal 22 April 1998 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 1998. Perpu ini kemudian melalui Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya, pada tanggal 19 Oktober 2004 ditandatangani dan diundangkanlah Revisi atas Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”), yang mencabut UU No. 4 Tahun 1998, yang dimana salah satu tujuannya adalah memberi kesempatan kepada kreditor dan debitur untuk mengupayakan penyelesaian yang adil, sehingga diperlukan sarana hukum yang dapat digunakan secara cepat, terbuka, dan efektif.

Begitu besarnya harapan yang diletakkan pada Undang-Undang Kepailitan tersebut sehingga Pemerintah tidak hanya melakukan perbaikan terhadap ketentuan- ketentuan dari Undang-Undang kepailitan tersebut sebagai upaya upaya mewujudkan mekanisme penyelesaian sengketa secara adil, cepat, terbuka dan efektif, akan tetapi secara khusus juga menghadirkan Pengadilan Niaga sebagai suatu pengadilan yang khusus memeriksa dan memutuskan perkara kepailitan dan PKPU dengan tata pengaturan waktu yang sangat ketat. Di samping itu, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004 juga memperkenalkan Kurator dan Pengurus swasta (selain BHP) sehubungan dengan tugas dan kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, ataupun pengurusan debitor dalam PKPU. Undang-undang ini lah yang sampai sekarang menjadi landasan yuridis utama tentang masalah yang berkaitan dengan kepailitan.


 I.    Pengertian Kepailitan dan PKPU

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas (Pasal 1 ayat (1) UUK-PKPU). Sedangkan pengertian PKPU tidak diatur secara jelas didalam UUK-PKPU.

Tujuan Kepailitan:

·        Melindungi para kreditor untuk memperoleh hak mereka;

·        Menjamin agar pembagian harta kekayaan Debitor sesuai dengan asas pari pasu & pro rata parte;

·        Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan para Kreditor.
perbuatan yang merugikan
kepentingan para Kreditor.

 

Persyaratan:

Adapun syarat untuk dapat mengajukan Permohonan Pailit adalah      sebagaimana diatur pada Pasal2 ayat (1)UUK-PKPU dan Pasal 8 ayat 4:

      Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”

 Pasal 8 ayat (4)UUK-PKPU:

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU telah dipenuhi.

 Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU tersebut diatas, maka dapat ditentukan unsur-unsur utama yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan pailit, yaitu:

1.        Adanya Debitor;

2.        Terdapat minimal 2 (dua) orang Kreditor;

3.        Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang; dan

4.        Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

 

1)    Pengertian Debitor:

Pengertian Debitordapat kita lihat pada Pasal 1 ayat (4) dan (5) UUK-PKPU:

“(4). Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau    undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

(5).     Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.”

 

2) Pengertian Kreditor / Kreditor Lain:

Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah Debitor harus memiliki dua kreditor atau lebih, sehingga harus ada kreditor lainnyaselain daripada kreditor yang mengajukan permohonan Pailit. Dengan demikian, UUK-PKPU hanya memungkinkan seorang Debitor dinyatakan pailit apabila Debitor tersebut memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor. Syarat mengenai adanya minimal dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorum.

 

Kreditor          : Orang yang mempunyai Piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka      Pengadilan. (Pasal 1 ayat (2) UUK-PKPU).

  Kreditor Lain   :   Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah debitor harus memiliki dua kreditor atau lebih.Sehingga harus ada kreditor lainnya selain daripada kreditor yang mengajukan permohonan pailit/PKPU. Dengan demikian, Undang-Undang ini hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit apabila debitor       memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor.

 

 3)    Pengertian Utang, Utang Yang Telah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih:

Pengertian terkait dengan Utang dapat kita temukan pada Pasal 1 ayat (6) dan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Paragraf 3 UUK-PKPU:

 Pasal 1 ayat (6) UUK-PKPU:

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) paragraph ke 3 UUK-PKPU:

Yang dimaksud dengan “utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

 

4)    Tentang Pembuktian yang Sederhana:

Setelah ke 4 (empat) unsur-unsur utama sebagai syarat pengajuan permohonan kepailitan sebagaimana telah diuraikan diatas telah terpenuhi, maka sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU hal tersebut dibuktikan secara sederhana oleh Pengadilan.

Secara sederhana artinya apabila telah terbukti secara sederhana bahwa debitor mempunyai lebih dari satu kreditor dan bahwa salah satu utangnya telah jatuh waktu dan dapat ditagih tetapi debitor tidak / belum membayar utangnya tersebut.

Yang dimaksud dengan pembuktian sederhana adalah pembuktian sederhana mengenai eksistensi dari minimum adanya satu utang debitor yang dimohonkan kepailitan yang telah jatuh tempo dan eksistensi dari dua atau lebih kreditor dari debitor yang dimohonkan pailit.

 Pasal 8 ayat (4)UUK-PKPU:

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU telah dipenuhi.

 Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU:

Yang dimaksud dengan “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhnya putusan pernyataan pailit.

 

SEJARAH PENGADILAN NIAGA DI INDONESIA

 Pada tanggal 22 April 1998 : Diberlakukan PERPU Nomor 1 tahun 1998 dan selanjutnya di sahkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 melahirkan PENGADILAN NIAGA di Indonesia.

 Adapun sampai dengan saat ini baru terdapat 5 (lima) Pengadilan Niaga di Indonesia, yaitu:

 1.         Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Dibentuk berdasarkan UU No. 4 tahun 1998 (UUK-PKPU lama)

Wilayah kekuasannya adalah: Wilayah Provinsi:  DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat.

2.         Pengadilan Niaga Medan

Dibentuk berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden No. 97 tahun 1999

Wilayah kekuasaannya adalah: Wilayah Provinsi: Sumatera Utara, Riau, Riau Kepulauan, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan D.I Aceh.

3.         Pengadilan Niaga Semarang

Dibentuk berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden No. 97 tahun 1999

Wilayah kekuasaannya adalah: Wilayah Provinsi: Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta.

4.         Pengadilan Niaga Surabaya

Dibentuk berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden No. 97 tahun 1999

Wilayah kekuasaannya adalah: Wilayah Provinsi: Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

 5.         Pengadilan Niaga Makassar

Dibentuk berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden No. 97 tahun 1999

Wilayah kekuasaannya adalah: Wilayah Provinsi: Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua Timur dan Papua Tengah.

 

KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA

Disamping berwenang mengadili Perkara Kepailitan dan PKPU, maka Pengadilan Niaga juga berwenang mengadili perkara di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (“HAKI”) dan sengketa dalam proses likuidasi bank yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”).

 1.     Memeriksa dan dan memutus sengketa Kepailitan dan PKPU, (lihat UU No. 4 tahun 1998 Jo. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang);

 2.      Memeriksa dan dan memutus sengketa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI):

1.    Desain Industri, (lihat UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri);

2.   Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, (lihat UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu);

         3.    Paten, (lihat UU No. 13 Tahun 2016  tentang Paten);

4.    Merek (lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis)

5.    Hak Cipta (lihat UU No. 28 Tahun 2014  tentang Hak Cipta).

 3.   Memeriksa dan dan memutus sengketa proses likuidasi bank yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”)(lihat No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan)

   Kompetensi Relatif

Sedangkan terkait dengan Kompetensi Relatif maka terkait dengan domisili hukum, hal ini dapat kita ketahui dari ketentuan Pasal 3 UUK-PKPU, yang menyatakan:

 (1)      Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan olehPengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor.

(2)    Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir Debitor.

(3)    Dalam hal Debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan.

(4)      Dalam hal debitor tidak berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat Debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia.

(5)      Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

 

 II.         Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit dan PKPU

 Ketentuan terkait dengan Pihak yang dapat mengajukan Permohonan Pailit atas Debitor adalah Pasal 2 ayat (2) s/d (5) UUK-PKPU, sebagaimana diuraikan berikut ini:

 ·         Dalam hal demi kepentingan umum, maka yang berhak mengajukan adalah Kejaksaan (Pasal 2 ayat (2) UUK-PKPU);

 ·      Dalam hal debitor adalah bank, maka yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Otoritas Jasa Keuangan , dulunya kewenangan Bank Indonesia (Pasal 2 ayat (3) UUK-PKPU);

 ·    Dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian maka yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) yang sekarang dialihkan menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Pasal 2 ayat (4) UUK-PKPU Jo. Pasal 55 ayat (1) UU-OJK);

 ·    Dalam hal Debitor adalah perusahan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun maka yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Menteri Keuangan yang sekarang dialihkan menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan pulik maka yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UUK-PKPU Jo. Pasal 55 ayat (1) UU-OJK);

 · Permohonan SELAIN yang diajukan oleh Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Bapepam/OJK dan Kejaksaan, HARUS diajukan oleh seorang Advokat (Pasal 7 UUK-PKPU).

·       Likuidator, dalam hal Debitor adalah suatu Perseroan Terbatas dan sedang dalam proses pembubaran (Pasal 149 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

  

III.       Hukum Acara Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit

 Proses pengajuan permohonan Pailit, yaitu sebagai berikut:

1.     Permohonan pernyataan pailit didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga, tempat domisili debitur (Pasal 6 ayat (1) Jo. Pasal 2 UUK-PKPU);

2.        Panitera menyampaikan permohonan kepada Ketua Pengadilan Niaga selama 2 (dua) hari, sejak pendaftaran dilakukan (Pasal 6 ayat (4) UUK-PKPU);

3.        Pengadilan akan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang 3 (tiga) hari sejak pendaftaran dilakukan (Pasal 6 ayat (5) UUK-PKPU);

4.        Pengadilan wajib memanggil Debitor, pemanggilan sidang dilakukan paling lambat 7(tujuh) hari sebelum sidang I (pertama) dilaksanakan (Pasal 8 ayat (2) UUK-PKPU);

5.        Sidang harus dilaksanakan paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak hari pendaftaran (Pasal 6 ayat (6) UUK-PKPU);

6.        Penundaan sidang boleh dilakukan paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak pendaftaran (Pasal 6 ayat (7) UUK-PKPU);

7.        Permohonan pernyataan pailit harusdikabulkan apabila terdapat cukup fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa syarat yang diatur didalam Pasal 2 ayat (1) sudah terpenuhi (Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU);

8.     Putusan permohonan pailit harus sudah jatuh/diputuskan 60 (enam puluh) hari sejak didaftarkan (Pasal 8 ayat (5) UUK-PKPU);

9.         Penyampaian salinan putusan kepada pihak yang berkepentingan dalam waktu 3 (tiga) hari setelah putusan dijatuhkan (Pasal 9 UUK-PKPU);

Atas putusan pailit oleh Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Akan tetapi langsung dilakukan upaya kasasi. Permohonan kasasi selain dapat diajukan oleh Debitor dan Kreditor yang merupakan pihak  pada persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh Kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas putusan atas permohonan pernyataan pailit (Pasal 11 UU K-PKPU).

10.   Paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan dijatuhkan, pengajuan dan pendaftaran permohonan kasasi diajukan kepada Panitera Pengadilan Niaga (Pasal 11 ayat (2) UUK-PKPU) dan juga wajib menyerahkan memori kasasi pada hari yang sama pada saat permohonan kasasi didaftarkan (Pasal 12 ayat (1) UUK-PKPU);

11.      Panitera Pengadilan Niaga mengirim permohonan kasasi kepada pihak terkasasi 2 (dua) hari sejak pendaftaran permohonan kasasi (Pasal 12 ayat (2) UUK-PKPU);

12.     Pihak Termohon Kasasi dapat menyampaikan kontra memori kasasi kepada pihak Panitera Pengadilan Niaga selama 7 (tujuh) hari sejak pihak Termohon Kasasi menerima dokumen kasasi (Pasal 12 ayat (3) UUK-PKPU);

13.   Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pendaftaran permohonan kasasi, Panitera Pengadilan Niaga menyampaikan berkas kasasi (Permohonan, Memori Kasasi, Kontra Memori Kasasi (jika ada), beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Makhamah Agung (Pasal 12 ayat (4) UUK-PKPU);

14.      Makhamah mempelajari dan menetapkan sidang selama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 13 ayat (1) UUK-PKPU);

15.      Sidang pemeriksaan permohonan kasasi dilaksanakan 20 hari sejak tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 13 ayat (2) UUK-PKPU);

16.   Putusan kasasi sudah harus jatuh paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 13 ayat (3) UUK-PKPU);

17.    Panitera pada Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada Kepaniteraan Pengadilan Niaga, paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal putusan atas permohonan kasasi di ucapkan (Pasal 13 ayat (6) UUK-PKPU);

18.      Jurusita Pengadilan Niaga wajib menyampaikan putusan kepada pihak diterima Pengadilan Niaga (Pasal 13 ayat (7) UUK-PKPU);

 Atas putusan Kasasi juga masih dapat dilakukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (“PK”)

 19.   Terhadap putusan permohonan pernyataan pailit yang sudah berkekuatan hukum tetap, dapat diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, adapun prosedur pengajuan tersebut adalah sama dengan prosedur yang dilakukan pada saat kasasi (ketentuan dalam pasal 12 dan 13 berlaku mutatis mutandis) (Pasal 14 UU K-PKPU);

 

IV.     Akibat dari Putusan Pernyataan Pailit

1)  Terhadap Debitor: demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit (Pasal 24 UUK-PKPU);

2)   Terhadap Harta pailit: demi hukum berada seluruh harta berada dalam sita umum (Pasal 1 UU 37 tahun 2004) , baik itu yang telah ada pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan maupun yang akan diperoleh selama kepailitan berlangsung;

 Pasal 1131 KUHPerdata:

“Segala kebendaan si berutang, baik yan berberak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya.”

 Pasal 1132 KUHPerdata:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutamakan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”

Terkecuali

Didalam Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa kepailitan tidak berlaku terhadap:

1.    Benda yang dibutuhkan debitor sehubungan dengan pekerjaanya:

-     Hewan

-     Perlengkapan debitor dan keluarganya

-     Alat medis untuk kesehatan

-     Makanan untuk debitor dan keluarganya (30 hari)

2.   Segala sesuatu yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai penggajian, upah, pension tunjangan.

3.    Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

 3.       Terhadap Kreditor

-    Semua perikatan debitor yang terbit sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayarkan dari harta pailit. Jika tetap dilakukan, tidak mengikat, kecuali menguntungkan harta pailit. (Pasal 25 UU 37 tahun 2004)

-   Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan kepada Kurator. (Pasal 26 UU 37 tahun 2004)

 

-  Tuntutan terhadap pemenuhan perikatan dari harta pailit diajukan dalam rapat pencocokan utang. (Pasal 27 UU 37 tahun 2004)

 4.       Terhadap gugatan dan penetapan pelaksanaan putusan

Bila tuntutan hukum terhadap debitor sedang berjalan, perkara gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit. (Pasal 29 UU 37 tahun 2004)

Segala penetapan pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi) yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika. Sejak itu tidak ada putusan yang dapat dilaksanakan. (Pasal 33 UU 37 tahun 2004)

Semua penyitaan hapus, jika perlu hakim pengawas harus memerintahkan pencoretan. (Pasal 31 UU 37 tahun 2004)

5.       Terhadap Eksekusi

Jika eksekusi sudah sedemikian jauh, hari penjualan benda sudah ditetapkan, dengan ijin hakim pengawas, Kuraot dapat meneruskan penjualan itu atas tanggungan harta pailit. (Pasal 33 UU 37 tahun 2004)

Penjualan benda milik debitor tersebut masuk kedalam hata pailit dan tidak diberikan kepada kreditor.

 6.     Terhadap Kreditor Separatis (Pemegang Jaminan sesuai Pasal 55-59 UU No. 37 tahun 2004)

-      Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-oleh tidak terjadi kepailitan.

-  Hak eksekusi ditangguhkan paling lama selama 90 hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. (berlaku masa stay)

-    Penangguhan tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijaminkan dengan uang tunai dan hak kreditor terhadap perjumpaan utang.

-   Setelah masa stay ataupun setelah terjadi insolvensi maka Kreditor sparatis harus melaksanakan hak eksekusinya dalam waktu 2 (dua) bulan setelah debitor insolvensi (Pasal 56 UU No. 37 tahun 2004.

 Berdasarkan penjelasan pasal 59 ayat 1 disebutkan sebagai berikut :

 

Penjelasan Pasal 59 ayat 1

“Yang dimaksud dengan “harus melaksanakan haknya” adalah bahwa kreditor sudah memulai melaksanakan haknya”.

 

Dengan demikian maksa 2 bulan dalam UU Kepailitan bukanlah harus selesainya penjualan benda yang menjadi jaminan, tetapi dalam 2 bulan tersebut sudah HARUS ada tindakan permulaan untuk proses eksekusi, misalnya Permohonan Lelang, Penjadwalan Lelang, dan lainnya.

 

Namun demikian bertentangan dengan isi Penjelasan Pasal 59 diatas Mahkamah Agung pernah menebitkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 109 tahun 2020, tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan Dan PKPU, pada Pasal 17. 2. 4 dan Pasal 17. 2. 5, hanya menyebutkan “jika kreditur tidak dapat mejual sendiri selama waktu 2 bulan”, sehingga dalam prakteknya masa 2 bulan dalam pasal 59 ayat 1 dimaknai sudah harus menyelesaikan lelang.

 -      Setelah lewat jangka waktu tersebut, Kreditur separatis tidak melaksanakan sendiri eksekusi nya Kurator menuntut agar benda yang menjadijaminan diserahkan untuk dijual di depan umum.

7.       Terhadap badan hukum

-      Kepailitan tidak menyentuh status badan hukum, tidak mengakibatkan perseroan bubar dan kepailitan hanya mencakup harta kekayaan badan hukum (Penjelasan Pasal 24 UUK)

-      Organ badan hukum tetap berwenang mewakili perseroan dalam melakukan setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan hak dan kewajiban (RUPS) sejauh bukan merupakan perbuatan pengurusan dan pengalihan kekayaan perseroan yang termasuk harta pailit.

-      Kepailitan perseroan berakibat perseroan tidak lagi sah dapat melakukan perbuatan hukum yang mengikat harta pailit.

 8.        Tidak Mengenal Nebis In Idem

-      Asas nebis in idem yang dikenal dalam hukum perdata dan pidana Indonesia, pengertiannyaadalah jika suatu perkara telah diputus, maka tidak dapat dilakukan lagi permohonan pemeriksaan atas perkara yang sama. Asas ini tidak dikenal di dalam hukum kepailitan, sehingga permohonan Pailit atau PKPU yang telah menyebabkan debitor dinyatakan pailit tidak menghalangi kreditor tersebut atau kreditor lainnya melakukan permohonan pailit atau PKPU kembali terhadap debitor yang sama, asalkan syarat-syarat yang ditentukan oleh UUK-PKPU tetap terpenuhi.

 9.        Terhadap Karyawan

Dalam hal terjadi Kepailitan, maka berdasarkan Pasal 39 UU 37 tahun 2004, Kurator berhak melakukan PHP terhadap karyawan Debitur pailit.

10.      Terhadap Perjanjian dengan Pihak Ketiga

Dalam hal terjadi Kepai;litan maka berdasarkan Pasal 36 UU 37 tahun 2004) kurator dapat meneruskan atau memutuskan perjanjian.

 

V.      Tugas dan Peran Kurator

     Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali, dan apabila putusan kasasi atau peninjauan kembali tersebut membatalkan putusan pernyataan pailit, segala tindakan yang telah dilakukan oleh Kurator tetap dianggap sah dan mengikat Debitor, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUK-PKPU.

   Syarat seorang Kurator dapat diangkat menjadi Kurator dalam perkara      Kepailitan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UUK-PKPU:

-  Harus independen.

-  Tidak mempunyai benturan kepentingan.

-  Tidak sedang menangani perkara kepailitan dan PKPU lebih dari 3.

 

PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

 

Bahwa dalam hal terjadi Kepailitan, maka sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (1) UUK-PKPU maka tugas seorang Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.

 

1.      Pengurusan:

Dalam tahap Pengurusan, Kurator bertugas melaksanakan apa yang diatur dalam Pasal 15, Pasal 98 s/d Pasal 100 dan 102 UUK-PKPU yaitu mengumumkan adanya kepailitan, mengamankan harta pailit, mencatat semua harta pailit, menerima tagihan-tagihan dari para Kreditor serta mengadministrasikannya, melakukan verifikasi bersama Debitor, melalui Kurator Debitor Pailit juga dapat mengajukan atau menawarkan perdamaian kepada semua Kreditor (apabila kepalitan tersebut tersebut tidak diawali dalam Keadaan PKPU). Pasal 115 sampai 120 UUK.

 

Perdamaian

Perdamaian dalam Kepalitan diatur dalam Pasal 144 UUK-PKPU. Perdamaian harus diajukan 8 hari sebelum rapat verifikasi. Jika para kreditur setuju, maka dibuat Perjanjian Perdamaian antara Debitur dan Para Krediturnya. Syarat Perjanjian Perdamaian bisa disetujui dan sah mengikat jika memenuhi pasal 151 UUK-PKPU. Selanjutnya Perdamaian tersebut harus disahkan oleh Pengadilan (Homologasi) sesuai  Pasal 156 UUK-PKPU. Namun tidak semua Perdamaian dapat disahkan, adapun alasan-alasan ditolaknya pengesahan perdamaian tersebut dapat dilihat di pada Pasal 159 ayat (2) UUK-PKPU.

 

Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat Kreditor (Pasal 151 dan Pasal 152 UUK-PKPU) oleh:

·         Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

·         Lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui, atau yang untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui, atau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan.

 

Baik dalam hal pengesahan perdamaiandikabulkan ataupun ditolak oleh Pengadilan, dapat diajukan upaya hukum kasasi(dalam hal Pengesahan Perdamaian dikabulkan oleh Pengadilan maka yang dapat mengajukan Kasasi adalah Pihak yang tidak setuju adanya Perdamaian, dan sebaliknya dalam hal Pengesahan Perdamaian di tolak Pengadilan maka pihak yang mengajukan Kasasi adalah Pihak yang setuju adanya Perdamaian) sebagaimana diatur pada Pasal 160 UUK-PKPU.

 

Apabila Putusan Pengesahan Perdamaian telah berkekuatan hukum tetap, maka maka kepailitan berakhir dan Kurator wajib mengumumkan perdamaian tersebut pada Berita Negara RI dan sedikitnya 2 surat kabar (Pasal 166 UUK-PKPU).

 

 PEMBERESAN HARTA PAILIT:

 

2.            Apabila dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, atau rencana perdamaian di tolak para Kreditor, atau Pengesahan Perdamaian di tolak oleh Pengadilan berdasarkan putusan yang sudah bekekuatan hukum tetap, maka demi hukum Harta Pailit berada dalam keadaan Insolvensi (Pasal 178 UU Kepailitan dan PKPU), maka selanjutnya tugas Kurator adalah melakukan Pemberesan (Penjualan Harta Pailit) sebagaimana diatur dalam pasal 185 UUK-PKPU, yaitu penjualan di muka umum dan apabila tidak bisa di jual melalui lelang, maka boleh dijual di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas.

 

3.            Kreditur separatis juga sudah bisa mulai melaksanakan eksekusi haknya sesuai Pasal 56, 57, 59 UUK.

 

4.            Sebelum dilakkan pelelangan atas harta pailit oleh Kurator , tentu wajib terlebih dahulu di appraisal . Penunjukan Apraisal dilakukan oleh Hakim Pengawas melalui Penetapannya.

 

5.            Untuk melakukan penilaian atas harta pailit Kurator pasti membutuhkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) (Appraisal):KJPP,  tujuannya adalah agar terwujud penilaian yang objektif dan sesuai dengan nilai pasar yang sebenarnya.

6.            Kepailitan hanya meliputi harta debitur, semua harta yang terdaftar atas nama Debitur adalah budel pailit. (Pasal 21 UU No. 37 tahun 2004).  JIka ada benda yang dijadikan oleh Debitur milik pihak ketiga maka itu bukan budel pailit, maka Kurator tidak berhak melakukan eksekusi.

 

7.           Dasar hukum dalam pembagian harta pailit debitur mengacu kepada Pasal 1132 KUH PERDATA yang berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 1132 KUH Perdata:

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbanganya itu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

 

8.           Berdasarkan Pasal tersebut maka dapat di simpulkan :

 

1.  Prinsipnya semua kreditur mempunya hak yang sama secara pro rata jika kedudukan kreditur juga adalah sama.

 

2.  Jika ada peraturan atau ketentuan khusus, maka kreditur tertentu dapat di bayar terlebih dahulu mendahului kreditur lainnya, misalnya UU Perpajakan dan UU Ketenagakerjaan dan Pasal 39 UUK

 

9.           Dalam faktanya, ketentuan khusus yang memberikan hak mendahului untuk di bayar adalah terhadap tagihan dari upah buruh yang tertunggak dan juga tagihan dari negara (utang pajak) karena UU nya menentukan demikian.

 

10.        Selanjutnya terhadap benda-benda tertentu yang sudah diikat sebagai jaminan kebendaan (hak tanggungan, gadai, hipotik, fidusia), maka hasil penjualan benda tersebut di dahulukan bagi krediur pemegang jaminan (kreditur separatis).

 

11.          Penjualan Budel Pailit: wajib melalui lelang  (Pasal 185) dan selanjutnya jual bawah tangan (dgn Izin HP). Daftar pembagian: Pasal 189 dan di umumkan (Pasal 192. Pengakhirna kepailitan diumumkan di koran (Pasal 202).

 

12.        Kemudian setelah Kurator selesai melakukan eksekusi budel pailit, Kurator wajib membuat daftar pembagian yang diletakkan di kepaniteraan Pengadilan Niaga serta mengumumkan hal tersebut di Koran, sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 189 Jo. Pasal 192 UUK-PKPU. Pihak-pihak yang berkeberatan atas terhadap daftar pembagian tersebut dapat mengajukan upaya Kasasi sesuai (Pasal 196 UU Kepailitan).

 

13.        Daftar pembagian  ini mengacu kepada urutan prioritas para kreditur, yaitu mulai dari kreditur istimewa atau kreditur preferen, kemudian kreditur separatis dan paling akhir adalah kreditur konkuren.

 

14.          Kemudian setelah Kurator selesai melakukan eksekusi budel pailit, Kurator wajib membuat daftar pembagian yang diletakkan di kepaniteraan Pengadilan Niaga serta mengumumkan hal tersebut di Koran, sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 189 Jo. Pasal 192 UUK. Pihak-pihak yang berkeberatan atas terhadap daftar pembagian tersebut dapat mengajukan upaya Kasasi sesuai (Pasal 196 UUK).

 

15.          Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk mengajukan keberatan atas daftar pembagian tersebut atau setelah keberatan tersebut sudah dibacakan putusannya, maka sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 201 UUK, maka Kurator wajib segera membayar pembagian yang sudah ditetapkan, yang dimana apabila hal tersebut sudah dilakukan atau segera setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat maka berakhirlah Kepailitansebagaimana diatur dalam Pasal 202 UUK.

 

KURATOR KEPAILITAN

 Tidak semua orang dapat menjadi Kurator. Menurut Undang-Undang Kepailitan yang lama, kewajiban ini secara khusus dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, yang disingkat BHP. Balai Harta Peninggalan ini adalah suatu badan khusus dari Departemen Kehakiman (yang dinamakan demikian karena ia bertanggung jawab untuk masalah mengenai pengawasan pengampuan). Balai Harta Peninggalan bertindak melalui kantor perwakilannya yang terletak dalam yurisdiksi pengadilan yang telah menyatakan debitur paillit. Pada saat ini terdapat Balai Harta Peninggalan di lima lokasi yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya, dan Makassar.

 Berdasarkan UUK-PKPU yang dapat bertindak sebagai Kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 70 adalah:

1.  Balai Harta Peninggalan; atau

2.  Kurator lainnya.

 Banyak orang tidak tahu apa itu Kurator. Pada ensiklopedia bebas, Kurator diartikan sebagai ketua akuisisi dan penjaga barang-barang koleksi sebuah museum, perpustakaan atau lembaga serupa. Arti dari kurator itu berbeda jika diterjemahkan dalam perspektif hukum. Menurut UUK-PKPU, Kurator adalah profesional yang diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan. Maksud pengurusan disini yaitu mencatat, menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta dengan cara dijual melalui lelang.

 Meski ditunjuk oleh pengadilan, Kurator tetap diusulkan oleh pemohon pailit. Namun, dalam bertugas Kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon melainkan untuk kepentingan boedel pailit. Intinya, Kurator tidak melulu lebih mendahulukan kepentingan kreditur, tapi harus fair juga terhadap debitur.

 Menghitung aset perusahaan pailit adalah salah satu tugas Kurator, untuk itu Kurator harus memahami betul cara membaca laporan keuangan perusahaan agar bisa mendapatkan informasi tentang harta yang menjadi kewenangannya tersebut. Kurator juga membutuhkan auditor dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Ricardo Simanjuntak, jasa independen auditor sangat diperlukan jika kurator tidak mampu membaca laporan keuangan perusahaan. Kurator juga bisa saja mengundang appraisal atau konsultan pajak bila memang dibutuhkan, namun itu semua akan menambah biaya. Padahal, kurator harus berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menambah beban ke budel pailit agar nilai harta untuk kreditur tidak berkurang.

 Syarat untuk menjadi Kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (2) UUK PKPU ialah sebagai berikut:

1)      orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit;

2)     terdaftar pada pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengenai tata cara pendaftaran kurator diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus (“Permenkumham 18/2013”).

 Pada penjelasan pasal 70 ayat (2) huruf (a) UUK PKPU disebutkan, yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan Kurator dan pengurus, sedangkan penjelasan pasal 70 ayat (2) huruf (b) UUK PKPU yang dimaksud dengan terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi Kurator dan pengurus. Oleh karena itu, untuk menjadi Kurator harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada Departemen Kehakiman.

 Menurut Pasal 3 ayat (1) Permenkumham 18/2013, untuk terdaftar sebagai Kurator dan Pengurus, orang perseorangan harus mengajukan pendaftaran kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Orang perseorangan yang mengajukan pendaftaran sebagai kurator harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a.    Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b.    Berkewarganegaraan Indonesia dan berdomisili di wilayah Indonesia;

c.    Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;

d.    Sehat jasmani dan rohani;

e.    Advokat, akuntan publik, sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi;

f.    Telah mengikuti pelatihan Kurator dan Pengurus dan dinyatakan lulus dalam ujian yang penilaiannya dilakukan oleh Komite Bersama;

g.   Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

h.    Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga; dan

i.  Membayar biaya penerimaan Negara Bukan Pajak yang besarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Apabila seseorang telah memenuhi syarat-syarat di atas, maka selanjutnya menurut Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 6 Permenhukham 18/2013 ia dapat mengajukan permohonan pendaftaran ke Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan melampirkan kelengkapan syarat sebagai berikut:

    1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
    2. Fotokopi Nomor Pokok Wajib pajak;
    3. Fotokopi sertifikat tanda lulus ujian kurator dan pengurus yang dilegalisir oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum;
    4. Surat rekomendasi dari organisasi profesi kurator dan pengurus;
    5. Surat pernyataan tidak rangkap jabatan;
    6. Surat pernyataan bersedia memisahkan harta pribadi dengan harta debitor;
    7. Surat pernyataan tidak pernah dinyatakan pailit;
    8. Surat pernyataan tidak pernah menjadi anggota Direksi dan Komisaris yang dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;
    9. Surat pernyataan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
    1. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari rumah sakit pemerintah;
    2. Surat Keterangan Catatan Kepolisian;
    3. Pasfoto;
    4. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak pendaftaran Kurator dan Pengurus; dan
    1. Alamat surat menyurat pemohon.

           Pengangkatan dan Pemberhentian Kurator

 Dari Pasal 15 ayat (1) UUK-PKPU, dapat diketahui bahwa pengangkatan Kurator adalah wewenang Hakim Pengadilan Niaga. Pihak debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang mengajukan kepailitan seperti OJK hanya mempunyai hak untuk mengajukan usul pengangkatan kurator kepada Pengadilan Niaga. Usulan tersebut apakah diterima atau tidak adalah diskresi Hakim. Balai Harta Peninggalan (BHP) secara otomatis diangkat sebagai Kurator apabila pihak debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang tersebut tidak mengajukan usulan mengenai pengangkatan Kurator. Pengangkatan Kurator didasarkan pada putusan pernyataan pailit, dalam arti bahwa dalam putusan pernyataan pailit harus dinyatakan adanya pengangkatan Kurator (Pasal 15 ayat (1) UUK-PKPU).

 Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UUK-PKPU dimungkinkan penunjukan Kurator sementara sebelum diucapkannya putusan pernyataan pailit. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga untuk menunjuk kurator sementara untuk mengawasi:

1.     pengelolaan usaha debitur; dan

2.    pembayaran kepada kreditur, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitur yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator.

Permohonan tersebut hanya dapat dikabulkan, apabila hal itu diperlukan guna melindungi kepentingan kreditor.

 Dahulu dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissementsverordening), hanya ditentukan bahwa Balai Harta Peninggalan saja yang ditugaskan sebagai Kurator. Setelah ditetapkan Perpu No. 1 Tahun 1998 yang mengubah Faillissementsverordening tersebut, yang dapat menjadi kurator adalah Balai Harta Peninggalan dan kurator lainnya (Pasal 67 A ayat (1)). Begitu juga dalam Pasal 70 ayat (1) UUK-PKPU, ditentukan bahwa yang dapat menjadi kurator adalah Balai Harta Peninggalan (BHP) dan kurator lain (kurator orang perorangan). Kurator lain sering kali diistilahkan dengan “kurator swasta”.

 Pasal 71 ayat (1) UUK-PKPU mengatakan bahwa pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian kurator, setelah memanggil dan mendengar kurator, dan mengangkat kurator lain dan/atau mengangkat kurator tambahan atas:

a.  permohonan kurator sendiri;

b.  permohonan kurator lainnya, jika ada;

c.   usul hakim pengawas; atau;

d.  permintaan debitur pailit.

 Ini berarti keputusan untuk mengganti/mengangkat lagi kurator atas permohonan kurator sendiri/kurator lain/hakim pengawas/debitur pailit adalah diskresi Hakim (wewenang Hakim). Hakim berwenang untuk mengangkat atau tidak mengangkat atau mengganti atau tidak mengganti kurator tersebut, meskipun hal itu adalah diskresi hakim, tetapi sebagai hakim yang bijak, sebaiknya harus mempertimbangkan secara cermat dan tepat serta rasional atas permohonan kurator/kurator lainnya/hakim pengawas/debitur pailit.

 Pasal 71 ayat (2) UUK-PKPU menyatakan bahwa pengadilan harus memberhentikan atau mengangkat Kurator atas permohonan atau usul kreditur konkuren berdasarkan putusan rapat kreditur yang diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, dengan persyaratan putusan tersebut diambil berdasarkan suara setuju lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah piutang kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

 Kurator dapat diberhentikan, apabila tidak memenuhi kewajiban dan atau melanggar larangan yang diatur dalam Peraturan Menteri. Kurator yang telah dikeluarkan sebagai anggota organisasi profesi dilaporkan kepada Menteri dan Pengadilan Niaga oleh organisasi profesi. Kurator berhenti karena:

a)    meninggal dunia;

b)    mengundurkan diri sebagai kurator;

c)    tidak terdaftar lagi pada Departemen Hukum dan HAM;

d)    diberhentikan sebagai Kurator;

e)    tidak memenuhi lagi persyaratan sebagai kurator;

f)    dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

g)    Dikeluarkan dari Organisasi Profesi Kurator.

 

Tugas dan Tanggung Jawab Kurator dalam Kepailitan

 I.      Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pengurusan Harta Pailit

Pada tahap ini, Kurator harus melindungi keberadaan kekayaan debitur pailit dan berusaha mempertahankan nilai kekayaan tersebut. Setiap tindakan yang dilakukan di luar kewenangannya dalam tahap ini harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari hakim pengawas. Undang-Undang Kepailitan menentukan tugas dan wewenang kurator dalam pengurusan sebagai berikut:

a.   Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya;

b.   Dalam waktu lima hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, kurator          mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta sekurang-kurangnya dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat (Pasal 15 ayat (4) UUK-PKPU):

1)    nama, alamat dan pekerjaan Debitur;

2)    nama Hakim Pengawas;

3)    Nama, alamat, dan pekerjaan Kurator;

4)    nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia Kreditur sementara, apabila telah ditunjuk; dan

5)    tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur.

c.   Kurator bertugas melakukan koordinasi dengan para kreditur dengan:

1)    menerima nasihat dari panitia sementara para kreditur selama belum ditetapkan panitia kreditur secara tetap;

2)    memberikan segala keterangan yang diminta oleh panitia;

3)    mengadakan rapat untuk meminta nasihat dari panitia kreditur;

4)    Meminta nasihat panitia, sebelum memajukan suatu gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung;

5)    Menangguhkan pelaksanaan perbuatan yang direncanakan dalam hal terjadi perbedaan pendapat dengan panitia kreditur;

5)    mengdiri rapat-rapat kreditur;

6)    memberitahukan rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama kepada para kreditur paling lambat hari kelima setelah putusan pernyataan pailit;

7)    menerima pemberitahuan dari para kreditur bahwa mereka telah mengangkat seorang kuasa dalam rapat kepailitan.

d.       Kurator bertugas melakukan pencatatan/inventarisasi harta pailit (Pasal 100 UUK-PKPU), sebagai berikut:

1)    Paling lambat dua hari setelah kurator menerima surat putusan pengangkatannya, kurator harus membuat pencatatan harta pailit;

2)    Pencatatan boleh dibuat di bawah tangan oleh kurator dengan pengawasan hakim pengawas;

3)    Pada saat pembuatan pencatatan tersebut, para anggota panitia kreditur sementara berhak untuk hadir.

Setelah pencatatan dibuat, kurator harus memulai pembuatan suatu daftar yang menyatakan sifat dan jumlah piutang-piutang dan utang-utang harta pailit, nama-nama dan tempat tinggal kreditur, beserta jumlah piutang masing-masing Kreditor (Pasal 102 UUK-PKPU). Semua pencatatan tersebut di atas, oleh kurator harus diletakkan di Kepaniteraan Pengadilan, untuk dengan cuma-cuma dilihat oleh siapa saja yang menghendakinya (Pasal 103 UUK-PKPU). Dalam melakukan pencatatan harta pailit, kurator harus memperhatikan bukan saja harta tetap berwujud tetapi juga harta kekayaan debitur pailit yang tidak berwujud, seperti surat-surat berharga dan tagihan-tagihan.

e.   Kurator bertugas mengamankan kekayaan milik debitur pailit, yaitu dengan melakukan hal-hal berikut:

1)    Kurator menangguhkan hak eksekusi kreditor dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau Kurator, untuk waktu sembilan puluh hari sejak pernyataan pailit (Pasal 56 ayat (1) UUK-PKPU).

2)    Kurator membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar kepada kreditor.

3)    Segera sejak mulai pengangkatannya, kurator harus dengan segala upaya yang perlu dan patut harus mengusahakan keselamatan harta pailit. Seketika harus diambilnya untuk disimpan segala surat-surat, uang-uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat berharga dengan memberikan tanda terima (Pasal 98 UUK-PKPU).

4)    Kurator dalam rangka mengamankan harta pailit, meminta kepada hakim pengawas untuk menyegel harta pailit. Penyegelan tersebut dilakukan oleh juru sita dimana harta itu berada dengan dihadiri dua orang saksi yang salah satunya adalah wakil pemerintah daerah setempat (Pasal 99 UUK-PKPU).

5)    Kurator harus menyimpan sendiri semua uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan surat berharga lainnya. Hakim pengawas berwenang pula menentukan cara penyimpanan harta tersebut. Khusus terhadap uang tunai, jika tidak diperlukan untuk pengurusan, kurator wajib menyimpannya di bank untuk kepentingan harta pailit (Pasal 108 UUK-PKPU).

6)    Kurator mengembalikan ke dalam harta pailit terhadap barang yang dilakukan hak penahanan oleh kreditur.

f.   Kurator bertugas melakukan tindakan hukum ke pengadilan dengan melakukan hal-hal berikut:

1)    Untuk menghadap di muka pengadilan, kurator harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari hakim pengawas, kecuali menyangkut sengketa pencocokan piutang atau dalam hal yang diatur dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 59 ayat (3).

2)    Kurator mengajukan tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit (Pasal 26 UUK-PKPU).

3)    Kurator menerima panggilan untuk mengambil alih perkara dan mohon agar debitur keluar dari perkara (Pasal 28 UUK-PKPU).

4)    Kurator memajukan tuntutan hukum untuk membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan debitur yang diatur dalam Pasal 41 s.d Pasal 46 UUK (pASAL 47 UUK-PKPU).

3)    Kurator menuntut kepada pemegang hak tanggungan agar menyerahkan hasil penjualan barang agunan. (Paal 62 ayat (2) UUK-PKPU).

4)    Kurator mengajukan permohonan kasasi atas putusan perlawanan terhadap daftar pembagian (Pasal 196 ayat (1) UUK-PKPU).

g.   Kurator bertugas meneruskan atau menghentikan hubungan hukum yang telah dilakukan oleh debitur pailit dengan:

1)    memberi kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian timbal balik (Pasal 36 ayat (1) UUK-PKPU);

2)    menerima tuntutan ganti rugi dari kreditur (Pasal 36 ayat (3) UUK-PKPU);

3)    memberikan jaminan atas kesanggupan melanjutkan perjanjian, atas permintaan pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur (Pasal 36 ayat (4) UUK-PKPU);

4)    menghentikan sewa menyewa (Pasal 38 UUK-PKPU);

5)    menghentikan hubungan kerja dengan para buruh yang bekerja pada debitur pailit (Pasal 39 UUK-PKPU).

h.   Kurator bertugas melakukan pencocokan utang dengan:

1)    memberitahukan batas akhir pengajuan tagihan dan rapat kreditur pencocokan utang, yang ditetapkan hakim pengawas, dengan surat dan iklan (Pasal 113 ayat (1) UUK-PKPU);

2)    menerima pengajuan segala piutang yang disertai dengan bukti dari para kreditur (Pasal 115 UUK-PKPU);

3)    mencocokkan perhitungan-perhitungan piutang yang dimasukkan kreditur, dengan catatan dan keterangan debitur pailit (Pasal 115 UUK-PKPU);

4)    memasukkan utang yang diakui dan dibantah dalam suatu daftar yang terpisah (Pasal 117 UUK-PKPU);

5)    membubuhkan catatan terhadap setiap piutang, dengan pendapat apakah piutang tersebut diistimewakan atau dijamin dengan hak tanggungan (Pasal 118 ayat (1) UUK-PKPU);

6)    memasukkan piutang-piutang yang dibantah serta alasannya dalam daftar piutang yang diakui sementara atas piutang dengan hak didahulukan atau adanya hak retensi (Pasal 118 ayat (2) UUK-PKPU);

7)    meletakkan salinan dari masing-masing daftar piutang di kepaniteraan pengadilan selama tujuh hari sebelum hari pencocokan piutang (Pasal 119 UUK-PKPU);

8)    memberitahukan dengan surat tentang peletakan daftar piutang kepada kreditur yang dikenal (Pasal 120 UUK-PKPU);

9)    membuat daftar piutang yang diakui sementara dan yang ditolak (Pasal 124 ayat (1) jo Pasal 117 UUK-PKPU);

10) menarik kembali daftar piutang sementara yang diakui dan dibantah (Pasal 124 ayat 3 UUK-PKPU);

11) menerima dengan syarat atas piutang yang dimintakan dengan penyumpahan (Pasal 126 ayat (3) UUK-PKPU);

12) menuntut pembatalan pengakuan piutang atas alasan adanya penipuan (Pasal 126 ayat (5) UUK-PKPU);

13) memberikan laporan tentang keadaan harta pailit, setelah berakhirnya pencocokan piutang dan meletakkannya di kepaniteraan pengadilan dan salinannya di kantornya (Pasal 143 UUK-PKPU);

14) menerima perlawanan kreditur yang piutangnya belum dicocokkan (Pasal 195 UUK-PKPU).

i.    Kurator bertugas melakukan upaya perdamaian dengan:

1)    mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara dan paling sedikit dua surat kabar harian;

2)    memberikan pendapat tertulis atas rencana perdamaian yang diajukan debitur pailit (Pasal 146 UUK-PKPU);

3)    melakukan pertanggungjawaban kepada debitur pailit di hadapan hakim pengawas setelah pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 167 ayat (1) UUK-PKPU);

4)    mengembalikan semua barang, uang, buku-buku dan surat-surat yang termasuk harta pailit kepada debitur pailit jika terjadi perdamaian (Pasal 167 ayat (2) UUK-PKPU);

5)    melunasi/memenuhi persetujuan damai jika debitur tidak memenuhinya, dari harta pailit (Pasal 168 ayat (3) UUK-PKPU);

6) menyediakan suatu jumlah cadangan dari harta pailit, yang dapat dituntut berdasarkan hak istimewa (Pasal 169 UUK-PKPU);

7) memberitahukan dan mengumumkan putusan yang membatalkan perdamaian (Pasal 172 ayat (3) UUK-PKPU).

j.  Kurator bertugas melanjutkan usaha debitor pailit dengan:

1)    mengusulkan supaya perusahaan debitur pailit dilanjutkan (Pasal 179 ayat (1) UUK-PKPU);

2)    meminta kepada hakim pengawas untuk menunda pembicaraan dan pemutusan tentang usul melanjutkan perusahaan (Pasal 179 ayat (3) UUK-PKPU);

3)    memberitahukan kepada kreditur yang tidak hadir dalam rapat, tentang rencana melanjutkan usaha debitur pailit (Pasal 179 ayat (4) UUK-PKPU);

4)    meminta kepada majelis hakim untuk sekali lagi menyatakan usul untuk melanjutkan usaha tersebut diterima atau ditolak (Pasal 182 UUK-PKPU);

5)    melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit, atas persetujuan panitia kreditur sementara atau hakim pengawas (Pasal 104 ayat (1) UUK-PKPU);

6)    membuka semua surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitur pailit (Pasal 105 ayat (1) UUK-PKPU);

7)    menerima semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta pailit (Pasal 105 ayat (4) UUK-PKPU);

8)    memberi sejumlah uang kepada debitur pailit, untuk biaya hidup debitur pailit dan keluarganya, sejumlah yang telah ditetapkan hakim pengawas (Pasal 106 UUK-PKPU);

9)  atas persetujuan hakim pengawas, untuk menutupi ongkos kepailitan, Kurator dapat mengalihkan harta pailit (Pasal 107 ayat (1) UUK-PKPU);

10)meminta kepada hakim pengawas untuk menghentikan kelanjutan perusahaan (Pasal 183 ayat (1) UUK-PKPU).

 

II. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pemberesan Harta Pailit

 Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam keadaan tidak mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Kurator memutuskan cara pemberesan harta pailit dengan selalu memperhatikan nilai terbaik pada waktu pemberesan. Pemberesan dapat dilakukan sebagai satu atau lebih kesatuan usaha (going concern) atau atas masing-masing harta pailit.Kurator melakukan pemberesan dengan penjualan di muka umum atau, apabila di bawah tangan, dengan persetujuan hakim pengawas. Kurator harus memperhatikan beberapa hal dalam melaksanakan penjualan harta debitur pailit, antara lain:

1.     harus menjual untuk harga yang paling tinggi;

2.     harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta yang lain harus disimpan terlebih dahulu karena nilainya akan meningkat di kemudian hari;

3.     harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta debitur pailit.

 Kurator dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1) harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur apabila:

1)     Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak; atau

2)     Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan.

 Dalam rangka membiayai tindakan-tindakan pengurusan dan pemberesan termasuk jasa kurator diperlukan dana dan dana tersebut diperoleh dari hasil penjualan harta kekayaan pailit baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak. Semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Penjualan di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas dapat dilakukan, apabila penjualan di muka umum tidak tercapai. Semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan, maka kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut dengan izin hakim Pengawas.

 Kurator harus terlebih dahulu meminta izin dari Hakim Pengawas, dalam melaksanakan penjualan harta pailit. Izin dari Hakim Pengawas ini dituangkan dalam suatu penetapan. Izin penetapan ini diperoleh setelah kurator terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk melakukan penjualan harta pailit dan dapat dilakukan secara lelang di depan umum maupun secara di bawah tangan.

 Kurator juga berkewajiban membayar piutang kreditur yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan menguntungkan harta pailit.

 Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada Hakim Pengawas. Daftar pembagian memuat rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah kurator, nama kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang wajib diterimakan kepada kreditur. Daftar pembagian ini dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali dengan memperhatikan kebutuhan.

Daftar pembagian yang telah disetujui oleh Hakim Pengawas wajib disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditor selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam surat kabar. Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh kreditur dengan mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada Panitera Pengadilan dengan menerima tanda bukti penerimaan.

 Hakim Pengawas akan menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Hakim Pengawas memberi laporan tersebut dalam sidang tersebut, sedangkan Kurator dan setiap kreditur atau kuasanya dapat mendukung atau membantah daftar pembagian tersebut dengan mengemukakan alasannya dan pengadilan paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari wajib memberikan putusan yang disertai dengan pertimbangan hukum yang cukup. Terhadap putusan pengadilan ini dapat diajukan permohonan kasasi.

 Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar pembagian atau setelah putusan akibat diajukan perlawanan diucapkan, kurator wajib segera membayar pembagian yang telah ditetapkan. Setelah Kurator selesai melaksanakan pembayaran kepada masing-masing kreditur berdasarkan daftar pembagian, maka berakhirlah kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan surat kabar.

 

III. Membuat Daftar Perhitungan dan Pertanggungjawaban Pengurusan dan Pemberesan Kepailitan kepada Hakim Pengawas

 Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada Hakim Pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan. Semua buku dan dokumen mengenai harta pailit wajib diserahkan kepada debitur dengan tanda bukti penerimaannya.

 Kemudian, apabila sesudah diadakan pembagian penutup, ada pembagian yang tadinya dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila ternyata masih terdapat bagian harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui, maka atas perintah Pengadilan, kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftar pembagian yang dahulu.Selanjutnya agar seorang Kurator dapat melaksanakan tugas yang diberikan tersebut, Kurator diberikan kewenangan untuk:

1. dibebaskan dari kewajiban untuk memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;

2.  melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit, jika dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga kurator perlu membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaaan lainnya, maka pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan hakim pengawas, dan pembebanan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.

           Hubungan Kurator dengan Pihak-pihak dalam Kepailitan

Dalam proses pengurusan dan pemberesan hara pailit yang dilakukan oleh kurator tidak akan berhasil tanpa bantuan atau kerja sama yang baik dengan debitur pailit, kreditor, dan hakim pengawas.

 1.       Hubungan Kurator dan Debitur Pailit

Kerja sama yang baik dengan debitor pailit merupakan hal yang penting untuk menyukseskan tugas seorang kurator. Kegagalan Kurator membina kerja sama dengan debitor pailit dapat menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan debitur pailit, terlebih jika debitur dinyatakan pailit karena permohonan kreditur. Pada situasi ini, debitor akan senantiasa berpikir bahwa tindakan kurator adalah semata untuk keuntungan kreditur dan tidak memerhatikan kerugian yang diderita oleh si debitor. Hal ini berbeda jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh debitor pailit sendiri, dalam hal ini kurator akan memperoleh kerja sama yang baik dari debitur pailit.

 Seorang Kurator untuk memperoleh kerja sama yang baik dari debitor, tidak berarti bahwa Kurator harus mengikuti keinginan debitur demi terciptanyakeharmonisan hubungan, tapi dalam kerangka profesional, seorang Kurator harus tetap berada pada jalur bahwa ia harus menyelamatkan harta pailit. Oleh karena itu, Kurator wajib memberitahukan dan mengingatkan debitur pailit secara tertulis tentang kewajiban dan larangan atau pembatasan yang harus dipatuhinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 Selain itu, jika debitor dinilai tidak kooperatif, yaitu apabila mereka menolak, baik jika diminta oleh kurator atau tidak, untuk bekerja sama dalam menjalankan proses kepailitan, Kurator harus tetap berusaha untuk memperoleh harta debitur pailit dengan cara-cara yang ditentukan dalam aturan kepailitan.

  Debitor harus memahami bahwa tindakan kurator bukanlah semata untuk kepentingan kreditur, melainkan untuk kepentingan si debitur juga. Oleh karena itu, kerja sama debitur sungguh sangat diharapkan. Kerja sama yang dimaksud antara lain:

a.  memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit secara lengkap dan akurat;

b.  menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri;

c.                jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya; dan

d.               tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator.

Seorang kurator sebelum memulai tugasnya, dalam hubungannya dengan debitur pailit, harus betul-betul memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Keadaan objektif debitur pailit, yang meliputi:

1) jenis usaha dan skala ekonomis debitur pailit;

2)    kondisi fisik usaha debitur;

3)    uraian harta kekayaan dan utang debitur pailit; dan

4)    keadaan arus kas (cash flow) debitur pailit.

b. Kerja sama dari debitur pailit.

c. Kondisi sosial ekonomi yang mungkin timbul sebagai akibat pernyataan pailit.

 Kurator yang cerdas dan berpengalaman sekalipun tidak akan berhasil melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit jika kurator tersebut tidak dapat menjalin kerja sama dengan debitor pailit atau debitor pailit yang tidak mau bekerja sama dengan kurator. Hubungan kurator dan debitor berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, Kurator wajib melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitur.

           

Hubungan Kurator dan Kreditur

Selain kerja sama dengan debitor pailit, Kurator juga memerlukan kerja sama dengan kreditor. Kerja sama yang aktif dari kreditor akan mempermudah kerja Kurator. Kreditor dalam hal pendataan harta debitur pailit misalnya, diminta atau tidak diminta oleh Kurator harus menunjukkan kepada kurator jumlah dan lokasi aset harta debitor pailit.

 Pada suatu proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit hanya satu atau dua kreditor, namun pada saat debitor dinyatakan pailit, maka yang berhak mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan permohonan pailit tetapi semua kreditor dari debitor pailit. Sulit bagi Kurator jika harus berhubungan dengan orang perorangan dari para kreditur dalam menjalin kerja sama dengan para kreditor. Oleh karena itu, dibentuklah panitia kreditor yang selanjutnya menjadi lembaga bagi para kreditur debitor pailit. Hal ini mempermudah kerja Kurator karena ia tidak harus berurusan dengan semua kreditur tapi cukup dengan panitia kreditor.

 UUK-PKPU tidak mewajibkan adanya panitia tersebut, akan tetapi apabila kepentingan menghendaki (demi suksesnya pelaksanaan kepailitan), pengadilan dapat membentuk panitia kreditor. Hakim pengawas wajib menawarkan pembentukan panitia tersebut kepada para kreditor.

 Panitia kreditor setiap waktu berhak meminta diperlihatkan segala buku dan surat-surat yang mengenai kepailitan, dan terhadap hal tersebut, Kurator diwajibkan untuk memberikan kepada panitia kreditor segala keterangan yang dimintanya. Selain itu, panitia juga berhak meminta diadakannya rapat-rapat kreditor, serta dapat memberikan dan bahkan wajib memberikan saran tertulis kepada rapat verifikasi mengenai perdamaian yang ditawarkan.

 Hubungan kerja dan komunikasi yang baik antara Kurator dan panitai kreditor akan menguntungkan semua pihak. Minimal hal ini akan mempercepat proses penyelesaian tugas seorang Kurator. Selain itu, para kreditor akan lebih cepat pula memperoleh haknya atas harta debitur pailit. Kurator oleh UUK-PKPU dibolehkan setiap saat mengadakan rapat dengan panitia kreditor untuk meminta nasihat panitia kreditur bila dianggap perlu, namun Kurator tidak wajib mengikuti nasihat dari panitiakreditor. Akibatnya,jika terhadap nasihat tersebut tidak diterima atau ditolak oleh Kurator, Kurator harus segera menyampaikan hal tersebut kepada panitia kreditor. Selanjutnya, jika panitia kreditor kemudian merasa keberatan atau tidak menerima penolakan Kurator, panitia kreditor dapat meminta keputusan atas hal tersebut kepada hakim pengawas.

 Dikecualikan oleh Pasal 83 UUK-PKPU, jika hal Kurator akan mengajukan atau melanjutkan atau mengadakan pembelaan terhadap gugatan, Kurator wajib meminta nasihat panitia kreditor. Selanjutnya, hal yang tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh para kreditor dalam rangka menyukseskan tugas Kurator adalah membantu Kurator secara terbuka untuk menunjukkan keberadaan harta dari debitor pailit yang diketahuinya. Kemudian, kreditor juga harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh UUK-PKPU atau keputusan rapat panitia kreditor. Hal ini bertujuan agar penyelesaian kepailitan bisa terlaksana sesuai jadwal yang telah direncanakan. Hal ini juga untuk menghindari terjadinya sengketa antara kreditur dengan kurator, misalnya seorang kreditur harus memenuhi batas waktu penyerahan tagihan ke kurator sesuai jadwal.

 Kemungkinan terjadinya tuntutan hukum atau sengketa antara kreditor dan debitor bisa dihindari jika dari awal keduanya saling terbuka dalam menyampaikan gagasan-gagasan atau saran-saran serta senantiasa mengikuti komitmen yang telah disepakati. Kurator maupun kreditor harus menghindari kemungkinan terjadinya perselisihan tersebut, karena kejadian ini akan menghambat proses penyelesaian kepailitan. Kemudian, berakibat padaketerlambatan kreditur mendapatkan haknya dan kemungkinan terburuk yang bisa timbul karena larutnya proses penyelesaian tersebut, bisa berakibat pada menurunnya nilai harta pailit,jika hal ini sampai terjadi, kreditur akan mengalami kerugian.

 

3.      Hubungan Kurator dan Hakim Pengawas

Kurator tidaklah sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.Kurator senantiasa berada di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas Kurator. Hakim Pengawas menilai sejauh manakah pelaksanaan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit yang dilaksanakan oleh kurator dapat dipertanggungjawabkan kepada debitor dan kreditor, dalam kondisi inilah diperlukan peran pengawasan oleh Hakim Pengawas. Oleh karena itu, Kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan.

 Mengingat beratnya tugas yang diemban oleh seorang kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka seorang kurator harus selalu berhubungan dengan Hakim Pengawas untuk melakukan konsultasi atau sekadar mendapat masukan. Hal ini untuk mencapai tujuan keberhasilan dari suatu pernyataan pailit, karenanya Hakim Pengawas dan kurator harus saling berhubungan sebagai mitra kerja. Hakim Pengawas maupun Kurator harus sama-sama saling mengetahui tugas keduanya, sehingga keduanya saling memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat diperlukan, terlebih-lebih apabila menemui debitur atau kreditur yang kurang mendukung kelancaran penyelesaian perkara. Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi hakim pengawas dan kurator lancar, tetapi hakim pengawas sering kali ragu untuk secara tegas dan langsung membantu tugas kurator, misalnya menindak debitur yang tidak kooperatif.

 Hubungan kurator dan hakim pengawas layaknya bersifat kolegial. Keduanya harus bekerja sama dalam penanganan perkara. Memang kurator harus meminta persetujuan hakim pengawas dalam beberapa hal, dan hal ini kadang disalahartikan sebagai hubungan subordinasi. Bentuk bantuan yang bisa diberikan dan harus senantiasa dilakukan oleh seorang hakim pengawas adalah memberi masukan kepada kurator tentang bagaimana baiknya melakukan pengurusan dan pemberasan atas harta pailitdemi menjaga agar nilai harta pailit tetap atau bahkan meningkat.

 Hakim pengawas berharap seorang Kurator bekerja sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam ketentuan UUK-PKPU. Seorang Kurator juga harus benar-benar terampil menguasai tugas dan kewenangannya.

 Hubungan tugas kurator dan hakim pengawas dalam Undang-Undang Kepailitan disebutkan sebagai berikut:

1.     Hakim pengawas merencanakan penyelenggaraan rapat kreditur paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan dan dalam jangka waktu tiga hari setelah putusan diterima oleh hakim pengawas dan kurator, hakim pengawas wajib menyampaikan kepada kurator rencana rapat tersebut.

2.     Hakim pengawas menetapkan surat kabar harian untuk mengumumkan putusan pernyataan pailit.

3.     Kurator melaporkan kepada hakim pengawas tentang daftar kreditur dengan uraian nama, alamat, jumlah, dan sifat piutang serta daftar piutang yang diakui atau dibantah.

4.     Kurator melaporkan kepada hakim pengawas tentang daftar harta pailit dan perihal ada tidaknya tawaran rencana perdamaian dari debitur pailit.

5.     Kurator melaporkan kepada hakim pengawas tentang piutang yang diakui dan dibantah beserta alasan-alasannya.

6.     Kurator menyusun daftar pembagian harta pailit yang berisi pertelaan penerimaan, pengeluaran, dan imbal jasa kurator, yang akan dibayarkan kepada para kreditur, semuanya harus atas persetujuan hakim pengawas.

7.     Kurator di hadapan hakim pengawas melakukan pertanggungjawaban setelah pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap.

8.     Kurator harus mendapatkan izin dari hakim pengawas jika ingin menjual aset harta pailit di bawah tangan.

 Khusus untuk menjual aset di bawah tangan, kurator terkadang mendapat hambatan dari hakim pengawas yang tidak mau atau memperlambat mengeluarkan penetapan bagi kurator untuk melakukan penjualan di bawah tangan tersebut, padahal jika hal itu bisa berjalan cepat, nilai harta pailit bisa meningkat karena harga penjualan di bawah tangan yang akan dilakukan oleh kurator jauh di atas harga pasar maupun harga yang telah ditetapkan apraisal (juru taksir) untuk penjualan di muka umum.

 Pada kondisi di atas, seorang hakim pengawas harus dengan segera mengeluarkan penetapan yang mengizinkan kurator untuk melakukan penjualan di bawah tangant karena kurator tentunya telah memberi gambaran tentang harga harta pailit tersebut jika dijual di muka umum dan jika dijual di bawah tangan.

 Apa pun tindakan yang dilakukan oleh Kurator dan hakim pengawas sebagaimana yang diatur dalam UUK PKPU atau tindakan yang tidak dilarang oleh UUK PKPU, keduanya harus senantiasa berada dalam posisi bahwa mereka bertindak untuk kepentingan kreditur dan debitur. Oleh karena itu, upaya meningkatkan nilai harta pailit juga untuk kepentingan kreditur dan debitur.

Hakim pengawas haruslah percaya akan kemampuan kerja seorang kurator. Untuk itu, terhadap keinginan atau ide-ide kurator untuk meningkatkan nilai harta pailit, selama tidak bertentangan dengan peraturan kepailitan, hendaknya mendapat dukungan dari hakim pengawas. Kenyataan menunjukkan bahwa terhadap kerja pengurusan dan pemberesan harta pailit, seorang kurator tentulah jauh lebih paham dan lebih mengerti medannya, dibanding hakim pengawas. Halitu karena kuratorlah yang terjun langsung di lapangan. Oleh karena itu, saling percaya dan bertanggung jawab antara kurator dan hakim pengawas sangat diharapkan. Kepailitan dapat dicabut oleh pengadilan atas usul hakim pengawas pada tingkat awal, berhubung diterimanya laporan dari kurator yang telah mengadakan pencatatan harta benda si pailit, dan didapati bahwa kenyataan si pailit sangat sedikit, sehingga tidak cukup untuk menutupi biaya kepailitan.

  Apabila berbicara mengenai hubungan Kurator dan Hakim Pengawas maka rujukannya pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) Jo. Pasal 74 UU Kepailitan, sebagaimana dikutipkan berikut ini:

 Pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan:

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas  sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

 Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan:

“Kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan.”

 Dari ketentuan pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan dapat dipahami bahwa dalam hal terjadi Kepailitan maka hubungan antara Kurator dan Hakim Pengawas tidak dapat dipisahkan, yang kemudian hal tersebut dipertegas melalui Pasal 74 UU Kepailitan yang mengharuskan Kurator menyampaikan Laporan kepada Hakim Pangawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan.

 Hubungan tugas Kurator dan Hakim Pengawas dalam UU Kepailitan disebutkan sebagai berikut:

1)    Hakim pengawas merencanakan penyelenggaraan rapat kreditur paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan dan dalam jangka waktu tiga hari setelah putusan diterima oleh hakim pengawas dan kurator, hakim pengawas wajib menyampaikan kepada kurator rencana rapat tersebut.

2)    Hakim pengawas menetapkan surat kabar harian untuk mengumumkan putusan pernyataan pailit.

3)    Kurator melaporkan kepada hakim pengawas tentang daftar kreditur dengan uraian nama, alamat, jumlah, dan sifat piutang serta daftar piutang yang diakui atau dibantah.

4)    Kurator melaporkan kepada hakim pengawas tentang daftar harta pailit dan perihal ada tidaknya tawaran rencana perdamaian dari debitur pailit.

5)    Kurator melaporkan kepada hakim pengawas tentang piutang yang diakui dan dibantah beserta alasan-alasannya.

6)    Kurator menyusun daftar pembagian harta pailit yang berisi pertelaan penerimaan, pengeluaran, dan imbal jasa kurator, yang akan dibayarkan kepada para kreditur, semuanya harus atas persetujuan hakim pengawas.

7)    Kurator di hadapan hakim pengawas melakukan pertanggungjawaban setelah pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap.

8)    Kurator harus mendapatkan izin dari hakim pengawas jika ingin menjual aset harta pailit di bawah tangan.

Khusus untuk menjual aset di bawah tangan, Kurator terkadang mendapat hambatan dari Hakim Pengawas yang tidak mau atau memperlambat mengeluarkan penetapan bagi Kurator untuk melakukan penjualan di bawah tangan tersebut, padahal jika hal itu bisa berjalan cepat, nilai harta pailit bisa meningkat karena harga penjualan di bawah tangan yang akan dilakukan oleh Kurator jauh di atas harga pasar maupun harga yang telah ditetapkan apraisal (juru taksir) untuk penjualan di muka umum.

Pada kondisi di atas, seorang Hakim Pengawas harus dengan segera mengeluarkan penetapan yang mengizinkan Kurator untuk melakukan penjualan di bawah tangan karena Kurator tentunya telah memberi gambaran tentang harga harta pailit tersebut jika dijual di muka umum dan jika dijual di bawah tangan.

Selain itu, apabila dalam pengurusan dan atau pemberesan harta pailit diperlukan putusan Pengadilan maka sebelum putusan tersebut dijatuhkan Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas. Apabila dalam pengurusan harta pailit diperlukan seorang atau lebih saksi dan atau ahli, panggilan harus dilakukan atas nama Hakim Pengawas. Yang berwenang untuk mendengar saksi dan ahli serta yang berwenang memerintahkan penyelidikan oleh ahli untuk memperoleh kejelasan tentang segala hal mengenai kepailitan adalah Hakim Pengawas (pasal 67 ayat 1 dan 2 UU Kepailitan).

Hakim Pengawas haruslah percaya akan kemampuan kerja seorang Kurator. Untuk itu, terhadap keinginan atau ide-ide Kurator untuk meningkatkan nilai harta pailit, selama tidak bertentangan dengan peraturan kepailitan, hendaknya mendapat dukungan dari Hakim Pengawas. Kenyataan menunjukkan bahwa terhadap kerja pengurusan dan pemberesan harta pailit, seorang Kurator tentulah jauh lebih paham dan lebih mengerti medannya, dibanding Hakim Pengawas. Hal itu karena Kuratorlah yang terjun langsung di lapangan. Oleh karena itu, saling percaya dan bertanggung jawab antara kurator dan Hakim Pengawas sangat diharapkan. Kepailitan dapat dicabut oleh pengadilan atas usul Hakim Pengawas pada tingkat awal, berhubung diterimanya laporan dari Kurator yang telah mengadakan pencatatan harta benda si pailit, dan didapati bahwa kenyataan si pailit sangat sedikit, sehingga tidak cukup untuk menutupi biaya kepailitan.

 

a)    Penetapan Hakim Pengawas Yang Berkaitan Dengan Pengurusan Harta Pailit

 Berikut akan diuraikan penetapan Hakim Pengawas yang berkaitan dengan pengurusan harta pailit, yaitu sebegai berikut:

1)    Penetapan terkait dengan 2 (dua) surat kabar harian yang akan dipergunakan Kurator untuk melakukan pengumuman Koran, tempat dan waktu penyelenggaraan rapat kreditor pertama (Pasal 15 ayat (4) Jo. Pasal 86 ayat (1) UU Kepailitan);

2)    Penetapan agar Kurator dapat meneruskan penjualan harta pailit yang dalam rangka eksekusi sudah sedemikian jauhnya (Pasal 33 UU Kepailitan);

3)    Penetapan terkait jangka waktu perjanjian timbal balik yang belum ditentukan (Pasal 36 ayat (2) UU Kepailitan);

4)    Penetapan untuk menerima warisan yang menguntungkan Harta Pailit (Pasal 40 UU Kepailitan);

5)    Penetapan atas permohonan pengangkatan masa stay kreditor separatis (Pasal 57 ayat (5) UU Kepailitan);

6)    Penetapan dalam hal Kurator akan melakukan pinjaman dan perlu membebani harta pailit dengan jaminan kebendaan (Pasal 69 ayat (3) UU Kepailitan);

7)    Penetapan terkait keberatan dari Debitor/Kreditor atas setiap tindakan yang dilakukan Kurator (Pasal 77 ayat (4) UU Kepailitan);

8)    Penetapan persetujuan atas permohonan penyegelan yang akan dilakukan oleh Kurator (Pasal 99 UU Kepailitan);

9)    Penetapan agar pencatatan harta pailit dapat dilakukan dibawah tangan oleh Kurator (Pasal 100 UU Kepailitan);

10) Penetapan dalam hal kepailitan tidak diangkat Panitia Kreditor, untuk melanjutkan usaha Debitor (going concern) (Pasal 104 UU Kepailitan);

11) Penetapan untuk mengadakan suatu perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulkan suatu perkara (Pasal 109UU Kepailitan);

12) Penetapan terkait batas akhir pengajuan tagihan, verifikasi pajak, tanggal dan tempat untuk melakukan Pencocokan Piutang (Pasal 113 UU Kepailitan);

13) Penetapan terkait tanggal pembahasan rencana perdamaian yang diajukan Debitor (Pasal 147 UU Kepailitan).

 

b)    Batasan Kewenangan Hakim Pengawas Dalam Pengurusan

Berbicara mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Hakim Pengawas, kita menemukannya di dalam UU Kepailitan. Pasal 65 Jo. Pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan mengatur bahwa tugas Hakim Pengawas adalah melakukan pengawasan atas proses pengurusan dan/atau pemberesan yang dilakukan oleh Kurator terhadap seluruh harta pailit.

Apakah kurator dapat bertindak tanpa ada izin hakim Pengawas? Jawaban atas hal ini kita temukan dalam Pasal 78 UU Kepailitan, dimana disebutkan bahwa tanpa adanya izin hakim Pengawas dalam hal izin tersebut di perlukan, maka hal itu tidak mempengaruhi sah tidaknya perbuatan yang dilakukan oleh kurator asalkan Kurator sendiri bertanggungjawab atas Perbuatan yang dilakukannya.

 

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

 DASAR HUKUM

PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) diatur dalam Pasal 222 sampai Pasal 294  UU No. 37 tahun 2004.

 Persyaratan PKPU :

Harus ada minimal 2 kreditur dan salah satunya jatuh tempo

 Permohonan PKPU dapat diajukan oleh Debitur atau oleh Kreditur

 Tujuan PKPU:

o          Dari sudut pandang Debitor, kesempatan untuk melakukan organisasi ulang utang-utangnya dengan perlindungan hukum terhadap keberlanjutan usahanya;

o      Dari sudut pandang Kreditor, media untuk Kreditor yang masih menganggap bahwa Debitornya memiliki prospek yang cukup baik untuk melunasi sepenuhnya utangnya.

     o        PKPU adalah masa negosiasi atau restrukturisasi hutang secara massal melalui                            Pengadilan Niaga yang di fasilitasi oleh Pengurus PKPU dan Hakim Pengawas.                                     Restrukturisasi hutang di dalam proses PKPU ini melibatkan semua kreditur (kredit                                separatis dan Kreditur konkuren) dan jika berhasil mencapai perdamaian sesuai syarat di                        UU Kepailitan (Pasal 281) maka Perdamiaan tersebut akan di sahkan oleh Pengadilan dan                     mengikat terhadap semua kreditur, walaupun ada yang tidak hadir.

 1.      Hukum Acara Pengajuan PermohonanPKPU

Pengajuan permohonan ada 2 cara:

1)    Sebagai tangkisan dari permohonan pernyataan pailit dari Krditur.

2)    Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Debitur atau Kreditur.

2.     Proses pengajuan permohonan PKPU, yaitu sebagai berikut:

1)    Permohonan pernyataan PKPU didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga, tempat domisili debitor sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, dengan ditandatangani oleh Pemohon (Debitor/Kreditor) danAdvokatnya (Pasal 224 ayat (1) UU Kepailitan);

2)    Dalam hal Pemohon adalah Debitor, maka permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang serta bukti secukupnya (Pasal 224 ayat (2) UU Kepailitan);

3)    Dalam hal Pemohon adalah Kreditor, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari sidang Pengadilan wajib memanggil Debitor dan pada saat sidang tersebut Debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang serta bukti secukupnya dan bila ada rencana Perdamaian (Pasal 224 ayat (4) UU Kepailitan);

4)    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) (yaitu Prosedur permohonan pernyataan pailit) berlaku mutatis mutandis dalam hal permohonan PKPU;

5)    Permohonan PKPU beserta lampirannya disediakan di Kepaniteraan Pengadilan, agar dapat dilihat setiap orang secara cuma-cuma;

6)    Dalam hal pemohon PKPU adalah Debitor sendiri, maka paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal permohonan didaftarkan, pengadilan harus mengabulkan PKPU Sementara dan menunjuk seorang Hakim Pengawas dan mengangkat 1 (satu) atau lebih Pengurus yang bersama Debitor mengurus harta Debitor (Pasal 225 ayat (2) UU Kepailitan);

7)    Dalam hal Pemohon adalah Kreditor,maka paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal permohonan didaftarkan, pengadilan harus mengabulkan PKPU Sementara dan menunjuk seorang Hakim Pengawas dan mengangkat 1 (satu) atau lebih Pengurus yang bersama Debitor mengurus harta Debitor (Pasal 225 ayat (2) UU Kepailitan).

Terhadap putusan PKPU TIDAK DAPAT diajukan upaya hukum apapun, sebagaimana diatur dalam Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan.

 

3.   Akibat Hukum PKPU adalah:

 Terhadap Debitor:

1) Untuk mengurus kekayaannya, harus bersama-sama dengan Pengurus; (Pasal 240 ayat 1 UUK).

2)  Perbuatan Debitur yang dilakukan tanpa persetujuan Pengurus PKPU, tidak megikat harta Debitur kecuali perbuatannya menguntungkan harta Debitur PKPU (Pasal 240 ayat 3 UUK)

3)    Tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai gunda mendapatkan pelunasan utang harus ditangguhkan. (Pasal 242 UUK)

4)   Dalam perkara PKPU, dapat di mungkinkan terjadinya perjumpaan hutang (Pasal 247 UUK). 

                Terhadap Perkara Perdata   

PKPU tidak menghentikan berjalannya perkara perdata. Debitur tidak dapat menjadi Penggugat ataupun Tergugat tanpa persetujuan Pengurus. (Pasal 243 UUK).

Terhadap Harta:

Demi hukum tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang harus ditangguhkan, semua sita yang ada gugur (Pasal 242 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan);

Terhadap pengambilalihan suatu piutang dapat di mngkinkan dilakukan dalam perkara PKPU sesuai ketenntuan Pasal 248 UUK

Terhadap Kreditor :

Kreditor berhak mendapatkan pembayaran bersama-sama menurut imbalan masing-masing; (Pasal 245 UUK)

Terhadap Kreditor Separatis PKPU tidak berlaku, tetapi harus tetap memperhatikan Pasal 55, Pasal 57 dan Pasal 58 (Pasal 244 UUK), termasuk ketentuan mengenai masa stay (penangguhan ) eksekusi selama PKPU berlangsung.

   Terhadap Perjanjian Timbal Balik (Pasal 249 UUK)

      Pengurus memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian Pasal 249 UU Kepailitan dan PKPU

 Terhadap Perjanjian Untuk Menyerahkan Barang (Pasal 250 UUK)

Perjanjian untuk menyerahkan barang-barang dagangan yang diperdagangkan di bursa dengan penyebutan tenggang waktunya hapuslah perjanjian itu dengan pemberian PKPU yang bersifat sementara

  Terhadap Debitur Penyewa (Pasal 251 UUK)

        Debitur yang sebagai penyewa setelah PKPU dimulai, Pengurus dapat mengakhiri sewa

.        Terhadap karyawan, maka dalam hal terjadi PKPU, Debitur di perkenankan melakukan PHK (Pasal 252 UUK)

 

4.         Tugas dan Fungsi Pengurus

Syarat seorang Kurator dapat diangkat menjadi Pengurus dalam perkara Kepailitan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU Kepailitan:

 ·         Harus independen.

·         Tidak mempunyai benturan kepentingan.

·         Tidak sedang menangani perkara kepailitan dan PKPU lebih dari 3 (tiga).

            Bahwa dalam hal terjadi PKPU, maka sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 225 ayat (3) UU Kepailitan maka tugas utama seorang Pengurus adalah bersama-sama dengan Debitor PKPUmelakukan pengurusan harta PKPU.

Setelah putusan atas Permohonan PKPU dikabulkan, maka Debitor PKPU dikatakan dalam keadaan PKPU Sementara dan dalam putusan yang sama ditunjuk seorang Hakim Pengawas dan diangkat seorang atau beberapa Pengurus (Pasal 225 ayat (2) UU Kepailitan). Adapun langkah selanjutnya yang dilakukan pengurus adalah:

 1)  Pengurus wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama 45 hari sejak putusan PKPU Sementara diucapkan(Pasal 225 ayat (4) UU Kepailitan) dan juga wajib segera mengumumkan putusan PKPU Sementara (Pasal 226 ayat (1) UU Kepailitan.

 2) Adapun jangka waktu berlakunya PKPU sementara adalah sejak tanggal putusan PKPU Sementara diucapkan dan berlangsung sampi dengan sidang sebagaimana dimaksud dalam pasal 226 ayat (1) terselanggara (Pasal 227 UU Kepailitan), atau untuk lebih sederhananya jangka waktu PKPU Sementara adalah paling lama 45 Hari sejak putusan PKPU Sementara diucapkan.

3)   Dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang PKPU Sementara sebagaimana tersebut pada poin 8 diatas, maka Pengadilan Wajib menyatakan Debitor Pailit dalam sidang yang sama (Pasal 225 ayat (5) UU Kepailitan);

4.   Selanjutnya pada sidang sebagaimana dimaksud diatas, atas permintaan Debitor, Kreditor harus menentukan pemberian atau penolakan PKPU Tetap, adapun maksud dan tujuan PKPU Tetap adalah untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang berikutnya (Pasal 228 ayat (4) UU Kepailitan);

 5. Dalam hal ini Kreditor yang dimaksud pada poin 4 diatas adalah hanya Kreditor Konkuren sebagaimana disebutkan pada penjelasan pasal 228 ayat (6) UU Kepailitan;

 6. Apabila PKPU tetap disetujui maka PKPU tetap tersebut,berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari sejak putusan PKPU Sementara di ucapkan (Pasal 228 ayat (6) UU Kepailitan);

 7. Pemberian perpanjangan atas PKPU Tetap ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan: Setelah dilakukan pemeriksaan, Majelis Hakim dapat mengabulkan PKPU sementara menjadi PKPU tetap dengan syarat sebagai berikut:

 ·    Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut: dan

·       Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

 

5.              Rencana Perdamaian dalam PKPU:

Setelah verifikasi tagihan dilakukan, maka sudah dapat ditentukan jumlah hak suara yang dapat dipergunakan dalam Perdamaian, maka tugas Pengurus selanjutnya adalaha hanya tinggal mengupayakan Perdamaian.

Adapun syarat-syarat agar Rencana Perdamaian diterima adalah berdasarkan Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan:

Pasal 281 ayat (1):

a.    Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut: dan

b.    Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

Selanjutnya apabila Pemungutan Suara tersebut diatas tidak tercapai, maka untuk selanjutnya dapat dilakukan Pemungutan Suara Kedua, dengan ketentuan sebagai berikut (Pasal 281 ayat (3) Jo. 152 UU Kepailitan):

“Lebih dari ½ jumlah Kreditor yang hadir dan mewakili paling sedikit ½ jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk merima rencana perdamaian, maka paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan dapat dilakukan pemungutan suara kedua tanpa panggilan”

Bedanya perdamaian didalam PKPU dan Pailit adalah para pihak yang ikut serta melakukan Voting, jika di dalam Pailit maka yang punya yang suara adalah hanya Kreditor Konkuren sedangkan didalam PKPU adalah Kreditor Konkuren dan Kreditor Separatis.

Apabila rencana perdamaian ditolak oleh para Kreditor, maka Hakim Pengawas wajib memberitahukan hal tersebut ke Hakim Pemutus beserta lampiran berita acara rapat pemungutan suara yang telah dilakukan, dan untuk selanjutnya Hakim Pemutus harus menyatakan Debitor dalam keadaan Pailit (Pasal 289 UU Kepailitan).

Homolagasi (Pasal 285)

Selanjutnya apabila dalam Rapat  Pemungutan Suara terlaksana dan Rencana Perdamaian disetujui oleh Para Kreditor, maka langkah selanjutnya adalah Pengesahan Perdamaian (Homologasi).

Alasan-alasan Pengadilan dapat menolak melakukan Pengesahan adalah sebagaimana dimaksud pada Pasal 285 UU Kepailitan:

·         Harta Debitor lebih besar dari yang disetujui dalam perdamaian.

·         Perdamaian tidak cukup terjamin.

·         Perdamaian tercapai karena penipuan, sekongkol dsb.

·     Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oelh Pengurus belum dibayar dan tidak diberikan jaminan untuk pembayaran.

Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian, maka dalam putusan yang sama Pengadilan wajib menyatakan Debitor menjadi Pailit. (Pasal 285 ayat (3) UU Kepailitan). Dan terhadap hal ini, tidak tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi (Pasal 285 ayat (4) UU Kepailitan.

Dan apabila Pengesahan Perdamaian telah terlaksana maka PKPU dinyatakan telah berakhir. Selanjutnya tugas Pengurus untuk mengumumkan pengakhiran PKPU tersebut di Berita Negara RI dan 2 surat kabar harian (Pasal 288 UU Kepailitan). Dengan berakhirnya PKPU maka berakhir pula lah tugas Pengurus.

Perdamaian yang telah di sahkan mengikat bagi semua kreditur (Pasal 286 UU). Dalam hal di kemudian hari ternyata Debitur lalai melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian, maka kreditur berhak mengajukan Permohonan Pembatalan Perdamaian ke Pengadilan Niaga menurut ketentuan Pasal 291 UUK dan kepada Debitur diberikan masa 30 hari untuk memenuhi kewajibannya. Jika Permohonan Pembatalan Perdamaian di kabulkan, maka Debitur dinyatakan  pailit  dan Debitur berhak mengajukan Kasasi. Berdasarkan Ketentuan Pasal 175 UUK, maka disini Debitur tidak dapat menawarkan lagi Perdamaian dan Kurator wajib melakukan pemberesan harta pailit. 

 

 -----------------------SEKIAN DAN TERIMAKASIH---------------------

 

CURRICULUM VITAE

JAMASLIN JAMES PURBA, S.H., M.H.

Alamat

Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS

Wisma Nugra Santana, 8th Floor, Suite 807

Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8

Jakarta 10220 INDONESIA

Telephone       :  (62-21) 570 3844

Facsimile         :  (62-21) 570 3846

Mobile             :  +6281218706955

Email               :  jpplawfirm@gmail.com

 RIWAYAT PENDIDIKAN

1992                  Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dengan predikat Cum Laude.

2013                   Lulus Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

 

RIWAYAT PEKERJAAN

·         Tahun 1993:

Junior  lawyer pada Law Firm GEORGEWIDJOJO & PARTNERS, Jakarta

·         Tahun 1994-1996:

Associate lawyer at LAW FRIM AMROOS & PARTNERS, JAKARTA 

·         Tahun 1996 - 1999:

Senior associate lawyer pada Law Firm  MAKARIM & TAIRA S., Jakarta

·         Tahun 1999 -2002 :

Senior Litigation Lawyer pada Law Firm HOTMAN PARIS & PARTNERS Jakarta

·         December 2002: Mendirikan Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS

 

SERTIFIKASI:

 1. Lisensi Advokat PERADI tahun 1995

 2. Lisensi sebagai Kurator Kepailitan tahun 2010 AKPI)

 

 Kegiatan AKADEMIS :

 1.      Pengajar Seminar Hukum Bisnis (Kepailitan dan PKPU) di Pasca Sarjana Fakultas Hukum  Universitas Gadjah Mada, Kampus Jakarta

2.     Pengajar Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) khusus Kepailitan dan PKPU di berbagai Universitas, antara lain : Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara, Universitas Padjajaran, Universitas Sumatera Utara, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Bhayangkara, Universitas Islam As-Syafiiyah, PKPA BARESKRIM POLRI- PERADI, Universitas Kristen Maranatha, Bandung , Universitas Kristen Indonesia, Universitas Kartini Surabaya, Universitas Janabadra Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Mataram, Universitas Pamulang, Universitas Negeri Semarang.

 3.    Pengajar pada Pendidikan Kurator dan Pengurus di Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) sejak 2014

 4.   Menjadi narasumber pada berbagai seminar, workhsop dan pelatihan khusus Hukum Kepailitan di berbagai institusi antara lain: Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Mandiri, Bank BCA, Menkopolhukam, BPJS Ketenagakerjaan, Bank Negera Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mega, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabunagan Negara (BTN), Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta, Universitas Parahiyangan, Universitas Sriwijaya, Universitas Muhammadiyah Malang,Universitas Gadjah Mada.

 

 

Pengalaman Organisasi:

-           Tahun 2010 - 2013: Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Pusat.

-           Tahun 2010 - 2015: Pengurus Dewan Pimpinan Pusat  AAI.

-           Tahun 2013 -2018: Ketua DPC PERADI JAKARTA PUSAT.

-           Tahun 2010 - 2015: Pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI

-           Tahun 2015-2020 : Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI

-           Tahun 2013 -2019 : Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Tahun Tahun 2018 -2023: Sekretaris Umum Keluarga Alumni FH UGM (KAHGAMA)

-           Tahun 2019-2022: Ketua Dewan Penasehat AKPI

-           Tahun 2016 - sekarang Ketua Umum PERADI Football Club (PERADI FC).

=============================

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan Populer