Langsung ke konten utama

Unggulan

BALIK NAMA TANAH BERSERTIFIKAT HAK ATAS TANAH OLEH PEMBELI HAK TAGIH (CESSIONARIS) BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN

ARTOSULAWESI.MY.ID - Pasal 613 KUHPerdata mengatur bahwa Cessie hanya instrument hukum untuk melakukan pengalihan utang saja, dari Debitur yang macet Wanprestasi atau atas kehendak sendiri untuk mengalihkan utangnya kepada pihak lain. Tetapi sesuai dengan perkembangan dan penerapan hukum ternyata Cessie juga dapat difungsikan untuk mengatasi kredit macet atau Debitur yang Wanprestasi yang utang Debitur tersebut dijamin dengan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) agar hak-haknya terpenuhi dan dapat memberikan kepastian hukum yaitu dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (atau Penetapan ke Pengadilan Negeri) agar memutus atau menetapkan bahwa Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) diizinkan untuk melakukan balik nama sertifikat hak atas tanah tersebut berdasarkan putusan pengadilan. *Hal tersebut sejalan dalam Putusan Pengadilan Tinggi 129/PDT/2016/PT.PBR Jo. No. 22/Pdt.G/2016/PN.Pbr sebagai berikut:* Seba...

MAHKAMAH AGUNG MEMUTUSKAN: BERDASARKAN PASAL 66 HURUF D JO. PASAL 68 AYAT (1) UNDANG-UNDANG ARBITRASE, TERHADAP PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL YANG TELAH MEMPEROLEH EKSEKUATOR DARI KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT TIDAK DAPAT DIAJUKAN UPAYA HUKUM


ARTOSULAWESI.MY.ID - Dalam perkara ini PT Kalpataru Investama (Penggugat/Pembantah) mengajukan gugatan pembatalan terhadap Penetapan Aanmaning Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sekaligus meminta pengadilan menyatakan Putusan Singapore International Arbitration Centre Nomor 009/11/AG, tertanggal 8 Agustus 2012 tidak dapat dilaksanakan (Non-Eksekuatur). 

Adapaun alasan Penggugat/Pembantah antara lain karena dalam Putusan SIAC tersebut terdapat pelanggaran, baik terhadap asas-asas hukum, maupun ketentuan hukum yang berlaku di Republik Indonesia dan juga merupakan pengabaian/pengingkaran terhadap asas-asas atau prinsip-prinsip hukum yang berlaku umum dan juga ketentuan hukum di wilayah hukum Republik Indonesia. Penggugat/Pembantah juga mendalikan bahwa Putusan SIAC tersebut  berisikan penafsiran secara keliru terhadap Pasal 33 Undang-Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 1246, Pasal 1247, Pasal 1248 dan Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Terhadap Bantahan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan Putusan yang menyatakan bahwa Surat Bantahan Pembantah kabur (obscuur libelium) dan karena itu tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

Perkara bergulir terus dan terlepas dari pertimbangan Judex Facti, Mahkamah Agung berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 66 huruf d juncto Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa terhadap Putusan Arbitrase Internasional yang telah memperoleh eksekuator dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dapat diajukan upaya hukum. Mengingat bahwa Putusan SIAC dalam perkara ini telah memperoleh Penetapan Eksekuator dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sehingga terhadap Penetapan a quo tidak tersedia upaya hukum. Oleh karena itu bantahan Pembantah/Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.
 
--> Putusan Mahkamah Agung No. 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017, tanggal 14 Agustus 2017.

Sumber:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/23bc99d634eff14a6437da3dcb36515b.html

Salam Pancasila,
 

 

 

 

 

 

Lp. Fredrik J. Pinakunary

Komentar

Postingan Populer