Langsung ke konten utama

Unggulan

BALIK NAMA TANAH BERSERTIFIKAT HAK ATAS TANAH OLEH PEMBELI HAK TAGIH (CESSIONARIS) BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN

ARTOSULAWESI.MY.ID - Pasal 613 KUHPerdata mengatur bahwa Cessie hanya instrument hukum untuk melakukan pengalihan utang saja, dari Debitur yang macet Wanprestasi atau atas kehendak sendiri untuk mengalihkan utangnya kepada pihak lain. Tetapi sesuai dengan perkembangan dan penerapan hukum ternyata Cessie juga dapat difungsikan untuk mengatasi kredit macet atau Debitur yang Wanprestasi yang utang Debitur tersebut dijamin dengan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) agar hak-haknya terpenuhi dan dapat memberikan kepastian hukum yaitu dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (atau Penetapan ke Pengadilan Negeri) agar memutus atau menetapkan bahwa Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) diizinkan untuk melakukan balik nama sertifikat hak atas tanah tersebut berdasarkan putusan pengadilan. *Hal tersebut sejalan dalam Putusan Pengadilan Tinggi 129/PDT/2016/PT.PBR Jo. No. 22/Pdt.G/2016/PN.Pbr sebagai berikut:* Seba...

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PIMPINAN CABANG PERUSAHAAN TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH B3 MAUPUN SOP PENANGANAN LIMBAH B3 YANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN YANG TELAH DITENTUKAN



ARTOSULAWESI.MY.ID - Sebagai seorang pimpinan bertanggungjawab atas seluruh kegiatan atau pelaksanaan perusahaan yang dipimpinnya. Bukankah dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas telah ditentukan bahwa Direktur bertanggungjawab mewakili perusahaan, baik dalam maupun di luar pengadilan? Judex Facti tidak boleh melepaskan tanggungjawab pidana Terdakwa I selaku pimpinan cabang PT National Sago Prima (PT. NSP);

Judex Facti dalam pertimbangannya berusaha mengalihkan dan membebaskan tanggungjawab Terdakwa I kemudian membebankan tanggungjawab pengelolaan pabrik (menghasilkan limbah B3) kepada Terdakwa II dan perusahaan pusat, dengan dalih Terdakwa II adalah manager pabrik sedangkan pimpinan cabang terpisah dari kegiatan pabrik. Padahal sesungguhnya kegiatan pabrik merupakan satu kesatuan atau merupakan sub bagian dari kegiatan perusahaan PT. NSP Pusat maupun perusahaan cabang PT. NSP yang dipimpin Terdakwa I.

Terlepas dari alasan apakah Terdakwa I memahami atau tidak mengerti soal pabrik dan limbah pabrik B3, tidak dapat menjadi alasan menghilangkan tanggungjawab pidana Terdakwa I. Perusahaan cabang PT.NSP yang dipimpin Terdakwa I adalah bergerak dibidang pengelolaan tahu yang menggunakan alat pengelolaan berupa pabrik. Mahkamah Agung berpendapat bukan hanya Terdakwa II selaku manager pabrik yang dibebani tanggungjawab pidana melainkan bersama-sama dengan Terdakwa I selaku pimpinan, termasuk pula PT. NSP Pusat, sepanjang dapat dibuktikan keterkaitan dan keterlibatan dalam terwujudnya tindak pidana a quo.

Para Terdakwa memiliki kewajiban hukum dalam mengambil langkah-langkah untuk menetapkan pengelolaan limbah B3 maupun SOP penanganan Limbah B3 dengan melengkapi seluruh dokumen atau surat yang dibutuhkan sebagai dasar legalitasnya. Karena itu, kelalaian atau kesengajaan untuk tidak memenuhi syarat dokumen dan peralatan/alat yang dibutuhkan untuk hal tersebut, merupakan pelanggaran hukum (pidana) yang harus dipertanggungjawabkan.

--> Putusan Mahkamah Agung No. 2303 K/Pid.Sus.LH, tanggal 1 Agustus 2016. Sumber:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/92da050eb9469673df06509f9aafeff9.html


 

 

 

 

Salam pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary

Komentar

Postingan Populer