SESEORANG YANG MENYERAHKAN CEK PADAHAL IA MENGETAHUI BAHWA CEK ITU TIDAK ADA DANANYA, MAKA PERBUATANNYA MERUPAKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN


ARTOSULAWESI.MY.ID - Terdakwa Ary  selaku kuasa direksi PT Luxon Mandiri Elektrik mengeluarkan Purchase Order (PO) untuk pembelian kabel listrik kepada PT Hega Cipta Elektrika dan PT Phanindo Mitra dengan total invoice sebesar Rp2.101.417.724. Kemudian, terhadap PO tersebut Terdakwa membayar tunai sebesar Rp450.219.935 kepada PT Hega Cipta Elektrika, sementara sisa pembayaran sebesar Rp1.651.197.339,00 dibayarkan dengan 6 (enam) lembar Bilyet Giro Bank BNI, 1 (satu) lembar Cek Bank Mandiri, dan 1 (satu) lembar cek Bank BNI. Ternyata, saldo rekening di bank-bank tersebut tidak cukup dan Terdakwa mengetahui fakta ini. Tagihan tersebut beberapa kali telah ditagih, namun pembayaran tidak dilakukan.

Terdakwa diputus oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan. Pengadilan Tinggi Banten lalu menguatkan putusan tersebut, namun kedua pihak mengajukan kasasi.

Dalam kasasi, Penuntut Umum berargumen bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa terlalu rendah. Sedangkan Terdakwa menyampaikan bahwa  judex facti telah salah dalam menerapkan hukum. Menurut Terdakwa, hubungan antara Terdakwa selaku kuasa direksi PT Luxon Mandiri Elektrik dengan PT Hega Cipta Elektrika adalah hubungan keperdataan.

Mahkamah Agung berpendapat bahwa  berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 133 K/Kr/1973 tanggal 15 November, seseorang yang menyerahkan cek, padahal ia mengetahui bahwa cek itu tidak ada dananya, maka perbuatannya merupakan tipu muslihat sebagai termaksud dalam Pasal 378 KUHP sedangkan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1036 K/Pid/1989 tanggal 31 Agustus 1992, jika sejak semula Terdakwa telah dengan sadar mengetahui bahwa cek-cek yang diberikan kepada Saksi Korban tidak ada dananya, maka tuduhan penipuan harus dianggap terbukti. Terdakwa sejak awal memiliki niat jahat untuk memperoleh keuntungan dengan melawan hukum menggunakan rangkaian kebohongan dan tipu muslihat, maka perbuatan Terdakwa berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1689 K/Pid/2015 merupakan tindak pidana penipuan bukan wanprestasi, sehingga tidak masuk dalam lingkup hubungan keperdataan.

Terhadap alasan kasasi Penuntut Umum, Mahkamah Agung berpendapat bahwa argumen mengenai berat dan ringannya pidana yang dijatuhkan judex facti tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi. Mahkamah Agung menolak kasasi dari kedua belah pihak.

-> Putusan Mahkamah Agung Nomor 120 K/Pid/2024, tanggal 30 Januari 2024. Sumber: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaef4af97ffa073ab9f4303934383132.html.

 

 

 

 

 

Salam Pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary

Komentar

Postingan Populer