SPDP Wajib Diserahkan Kepada Penuntut Umum, Terlapor dan Korban/Pelapor


ARTOSULAWESI.MY.ID - SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN (SPDP) WAJIB DIBERITAHUKAN DAN DISERAHKAN KEPADA PENUNTUT UMUM, TERLAPOR, DAN KORBAN/PELAPOR DALAM WAKTU PALING LAMBAT 7 (TUJUH) HARI SETELAH DIKELUARKANNYA SURAT PERINTAH PENYIDIKAN.

Dalam kasus ini, beberapa aktivis yang tergabung dalam elemen peneliti, aktivis, dan korban dari ketidakjelasan koordinasi fungsional dari penyidik dan penuntut umum mengajukan pengujian terhadap Pasal 109 ayat (1) KUHAP tentang pengaturan akan penyerahan pemberitahuan dimulainya penyidikan itu sendiri kepada Jaksa Penuntut Umum. Menurut pemohon, Pasal 109 ayat (1) KUHAP tidak menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) merupakan suatu kewajiban dalam sistem peradilan pidana dan tidak diatur secara jelas juga jangka waktu pemberitahuan SPDP. Ketidakjelasan ini mengakibatkan seringkali dalam penanganan suatu perkara, penuntut umum sama sekali tidak terlibat karena tidak dikirimkan SPDP, atau SPDP baru dikirimkan bersamaan dengan penyerahan berkas perkara hasil penyidikan.

Menurut pemohon, ketika penyidikan tidak disertai dengan adanya SPDP, secara otomatis penyidikan akan berjalan tanpa adanya Check and Balances dari penuntut umum dan tentunya bertentangan dengan pula dengan prinsip transparansi penyidikan. Pemohon mengajukan permohonan agar Pasal 109 ayat (1) KUHAP dinyatakan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang juga tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan telah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.

Mahkamah Konstitusi kemudian berpendapat bahwa tertundanya penyampaian SPDP oleh penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum bukan saja menimbulkan ketidakpastian hukum akan tetapi juga merugikan hak konstitusional terlapor dan korban/pelapor. Pemberian SPDP tidak hanya diwajibkan terhadap Jaksa Penuntut Umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban/pelapor. Alasannya didasarkan pada pertimbangan bahwa terlapor yang telah mendapatkan SPDP dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum yang akan mendampinginya. Sementara itu bagi korban/pelapor, dapat dijadikan momentum untuk mempersiapkan keterangan atau bukti yang diperlukan dalam pengembangan penyidikan atas laporannya. Mahkamah mempertimbangkan bahwa waktu paling lambat 7 (tujuh) hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan/menyelesaikan SPDP tersebut.

Mahkamah Konstitusi kemudian dalam putusannya menyatakan bahwa Pasal 109 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai “penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”.

---> Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, tanggal 11 Januari 2017. Sumber: https://peraturan.bpk.go.id/DownloadUjiMateri/28/130_PUU-XIII_2015.pdf.

 

 

 

Salam Pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary

Komentar

Postingan Populer