Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KREDITOR TIDAK DAPAT MENGAJUKAN PAILIT DEBITUR ATAS PERTIMBANGAN SUBYEKTIF SEMATA
ARTOSULAWESI.MY.ID - PT GPE mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT GSEI melalui Pengadilan Niaga pada tahun 2012. Pengadilan Niaga menetapkan :
- PT GSEI dalam status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) berdasarkan Putusan PKPU Nomor 63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst pada tanggal 7 Januari 2013 dan
- Mensahkan Perjanjian Perdamaian berdasarkan penetapan PKPU Nomor 63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 17 Mei 2013.
Merasa haknya tidak diperoleh sesuai Perjanjian Perdamaian, PT GPE mengajukan gugatan pembatalan Perjanjian Perdamaian dan Kepailitan terhadap PT GSEI ke Pengadilan Niaga; Pengadilan Niaga memutuskan:
- mengabulkan pembatalan akta perdamaian PT GSEI untuk seluruhnya dan
- menyatakan PT GSEI dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Tidak puas atas putusan Pengadilan Niaga, PT GSEI mengajukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA berpendapat: “Menurut pasal 170 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan :
1) Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila debitur lalai memenuhi isi perdamaian tersebut;
2) Debitur wajib membuktikan bahwa perdamaian telah dipenuhi;
3) Pengadilan berwenang memberikan kelonggaran kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah putusan pemberian kelonggaran tersebut diucapkan”.
MA berpendapat seharusnya Pengadilan Niaga tidak dapat serta merta memberikan putusan pembatalan perdamaian dan menyatakan PT GSEI dalam keadaan pailit, seharusnya Pengadilan Niaga menjalankan ketentuan pasal 170 ayat 3 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan memberikan kelonggaran kepada PT GSEI untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemberian kelonggaran diucapkan. Hal mana Pengadilan Niaga belum pernah memberikan atau menjatuhkan putusan pemberian kelonggaran kepada PT GSEI.
Faktanya juga, menurut pertimbangan MA, PT GSEI telah melakukan pembayaran-pembayaran kepada GPE dan hingga saat ini masih menjalankan usahanya sehingga masih merupakan perusahaan yang sehat dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibannya. PT GSEI masih memiliki piutang usaha lainnya. MA berpendapat sebagai tolok ukur yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih haruslah berdasarkan financial audit dan analisis keuangan yang dilakukan oleh pihak akuntan publik independen dan bukan atas pertimbangan subyektif dari pihak kreditor semata.
MA memutuskan:
1) Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga yang membatalkan perjanjian perdamaian dan yang memutus pailit PT GSEI serta
2) Menguatkan Penetapan Pengadilan Niaga yang menetapkan PT GSEI dalam status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
-->Putusan Mahkamah Agung Nomor 385 K/PDT.SUS-PAILIT/2014, tanggal 21 Oktober 2014. Sumber : https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/829dbb8d432a25baab841f00ca94de44.html
Salam Pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
MENGEDARKAN PRODUK KOSMETIK YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PEKERJAAN BELUM SELESAI DAPAT DIKENAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda