Langsung ke konten utama

Unggulan

BALIK NAMA TANAH BERSERTIFIKAT HAK ATAS TANAH OLEH PEMBELI HAK TAGIH (CESSIONARIS) BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN

ARTOSULAWESI.MY.ID - Pasal 613 KUHPerdata mengatur bahwa Cessie hanya instrument hukum untuk melakukan pengalihan utang saja, dari Debitur yang macet Wanprestasi atau atas kehendak sendiri untuk mengalihkan utangnya kepada pihak lain. Tetapi sesuai dengan perkembangan dan penerapan hukum ternyata Cessie juga dapat difungsikan untuk mengatasi kredit macet atau Debitur yang Wanprestasi yang utang Debitur tersebut dijamin dengan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) agar hak-haknya terpenuhi dan dapat memberikan kepastian hukum yaitu dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (atau Penetapan ke Pengadilan Negeri) agar memutus atau menetapkan bahwa Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) diizinkan untuk melakukan balik nama sertifikat hak atas tanah tersebut berdasarkan putusan pengadilan. *Hal tersebut sejalan dalam Putusan Pengadilan Tinggi 129/PDT/2016/PT.PBR Jo. No. 22/Pdt.G/2016/PN.Pbr sebagai berikut:* Seba...

SURAT YANG DITERBITKAN OLEH KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH YANG BERISI SARAN DAN REKOMENDASI BUKANLAH OBJEK GUGATAN TATA USAHA NEGARA YANG BERSIFAT KONKRIT, INDIVIDUAL, DAN FINAL

ARTOSULAWESI.MY.ID - Penggugat (PT Dharma Perdana Muda bekerja sama dengan PT Bangun Kharisma Prima Jo) menggugat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia/LKPP (Tergugat I) dan Kepala Kantor Penghubung Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Tergugat II) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait Surat LKPP Nomor B-688/LKPP/D.IV/06/2010 yang meminta Tergugat II tidak membayarkan penyesuaian harga (eskalasi) kepada Penggugat.

Penyesuaian harga tersebut berasal dari tagihan yang diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat II atas pekerjaan yang mereka lakukan dalam proyek pembangunan Kantor Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat di Jakarta. Nilai proyek tersebut, yakni sebesar Rp91,7 miliar sebelumnya sudah disepakati dalam Surat Perjanjian Pekerjaan (SPP). Namun, karena terdapat kendala terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Penggugat sudah menurunkan biaya proyek menjadi Rp 81,4 miliar.

Setelah pekerjaan selesai, Penggugat mengajukan eskalasi harga sebesar Rp11,8 miliar berdasarkan ketentuan kontrak dan indeks harga BPS kepada Tergugat II, namun Tergugat II hanya membayar Rp1,8 miliar. Hal ini dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Surat LKPP tersebut yang intinya meminta agar Tergugat II tidak membayarkan biaya penyesuaian harga/eskalasi kepada Penggugat. Surat LKPP tersebut dinilai telah merugikan Penggugat, dan Penggugat meminta Pengadilan TUN Jakarta untuk membatalkan Surat tersebut.

Pengadilan TUN Jakarta dan PT TUN Jakarta membatalkan Surat LKPP. Namun, Mahkamah Agung dalam kasasi menyatakan bahwa Surat yang diterbitkan oleh LKPP selaku Tergugat I tidak bersifat final dan mengikat bagi Penggugat, karena hanya berisi saran dan rekomendasi, karena kewenangan yang menentukan eskalasi harga ada pada Tergugat II. Surat tersebut tidak memenuhi kriteria Keputusan TUN berdasarkan Pasal 1 ayat (9) UU No. 51/2009, yakni Keputusan TUN yang bersifat konkrit, individual, dan final.

-> Putusan Mahkamah Agung Nomor 205 K/TUN/2013, tanggal 25 Juni 2013. Sumber: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/bb169f2d5e374fdd58dca4e14b8314df.html.

 

 

 

 

 

Salam Pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary

Komentar

Postingan Populer