Langsung ke konten utama

Unggulan

BALIK NAMA TANAH BERSERTIFIKAT HAK ATAS TANAH OLEH PEMBELI HAK TAGIH (CESSIONARIS) BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN

ARTOSULAWESI.MY.ID - Pasal 613 KUHPerdata mengatur bahwa Cessie hanya instrument hukum untuk melakukan pengalihan utang saja, dari Debitur yang macet Wanprestasi atau atas kehendak sendiri untuk mengalihkan utangnya kepada pihak lain. Tetapi sesuai dengan perkembangan dan penerapan hukum ternyata Cessie juga dapat difungsikan untuk mengatasi kredit macet atau Debitur yang Wanprestasi yang utang Debitur tersebut dijamin dengan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) agar hak-haknya terpenuhi dan dapat memberikan kepastian hukum yaitu dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (atau Penetapan ke Pengadilan Negeri) agar memutus atau menetapkan bahwa Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) diizinkan untuk melakukan balik nama sertifikat hak atas tanah tersebut berdasarkan putusan pengadilan. *Hal tersebut sejalan dalam Putusan Pengadilan Tinggi 129/PDT/2016/PT.PBR Jo. No. 22/Pdt.G/2016/PN.Pbr sebagai berikut:* Seba...

PEGAWAI NEGERI YANG MENERIMA SUAP DARI CALON PESERTA LELANG

 

ARTOSULAWESI.MY.ID - PEGAWAI NEGERI YANG MENERIMA SUAP DARI CALON PESERTA LELANG BERDASARKAN KESEPAKATAN UNTUK SECARA AKTIF MENGKONDISIKAN DAN MEMENANGKAN PESERTA TERSEBUT DIJERAT DENGAN TINDAK PIDANA SUAP DENGAN ANCAMAN HUKUMAN YANG LEBIH BERAT.

Eka (Terdakwa), seorang Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta, bersama-sama dengan Satriawan (diadili dalam berkas terpisah), seorang Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri Surakarta, telah menerima suap sebesar Rp221.740.000,- dari Gabriella agar memenangkan perusahaan yang dibawa oleh Gabriella, yakni PT Widoro Kandang dalam proyek Rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo di Kota Yogyakarta. Setelah penandatanganan kontrak, Eka meminta ‘uang terima kasih’ kepada Gabriella sebesar Rp110 juta, tetapi ketika karyawan Gabriella hendak menyerahkan uang tersebut di rumah Eka, Eka tertangkap tangan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Pengadilan Tipikor pada PN Yogyakarta memutuskan Eka terbukti melakukan tindak pidana “Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut”, melanggar Pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, dan dijatuhi pidana penjara selama empat (4) tahun dan denda sebesar Rp100 juta. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta.

Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa perbuatan Eka memenuhi unsur Pasal 11 UU No.31/1999 jika suap tersebut diterima secara tidak aktif atau pasif. Kenyataannya, sebelum proses lelang, Eka telah mencapai kesepakatan dengan Gabriella untuk mengawal proses lelang dengan imbalan sebesar 5% dan setelah PT Widoro Kandang memenangkan lelang, Gabriella memberikan uang tersebut kepada Eka sebagai bentuk suap atau korupsi transaksional.

Ini menunjukkan bahwa Eka secara aktif mengarahkan dan mengkondisikan proses lelang agar dimenangkan oleh Gabriella, sehingga memenuhi unsur Pasal 12 huruf a UU No. 31/1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP yakni “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap yang diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya”, yang merupakan pasal tindak pidana suap dengan ancaman pidana yang lebih berat. Mahkamah Agung menjatuhkan pidana yang lebih berat kepada Eka, yakni dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp200 juta.

 

 

 

 

-> Putusan Mahkamah Agung Nomor 438 K/Pid.Sus/2021, tanggal 29 Januari 2021. Sumber:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaec58b1a748caca86d2313233343138.html.

Salam Pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary

Komentar

Postingan Populer