Langsung ke konten utama

Unggulan

BALIK NAMA TANAH BERSERTIFIKAT HAK ATAS TANAH OLEH PEMBELI HAK TAGIH (CESSIONARIS) BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN

ARTOSULAWESI.MY.ID - Pasal 613 KUHPerdata mengatur bahwa Cessie hanya instrument hukum untuk melakukan pengalihan utang saja, dari Debitur yang macet Wanprestasi atau atas kehendak sendiri untuk mengalihkan utangnya kepada pihak lain. Tetapi sesuai dengan perkembangan dan penerapan hukum ternyata Cessie juga dapat difungsikan untuk mengatasi kredit macet atau Debitur yang Wanprestasi yang utang Debitur tersebut dijamin dengan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) agar hak-haknya terpenuhi dan dapat memberikan kepastian hukum yaitu dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (atau Penetapan ke Pengadilan Negeri) agar memutus atau menetapkan bahwa Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) diizinkan untuk melakukan balik nama sertifikat hak atas tanah tersebut berdasarkan putusan pengadilan. *Hal tersebut sejalan dalam Putusan Pengadilan Tinggi 129/PDT/2016/PT.PBR Jo. No. 22/Pdt.G/2016/PN.Pbr sebagai berikut:* Seba...

PIHAK YANG DIRUGIKAN DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN PERDATA MELALUI PENGADILAN

 

ARTOSULAWESI.MY.ID - MENGHUNI RUMAH TANPA IZIN PEMILIKNYA YANG SAH TIDAK LAGI DIANCAM PIDANA, MELAINKAN DISELESAIKAN BERDASARKAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT. APABILA MUSYAWARAH ITU TIDAK TERCAPAI, PIHAK YANG DIRUGIKAN DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN PERDATA MELALUI PENGADILAN (PERADILAN UMUM).


Euis menjual tanah dan bangunan miliknya seluas 224 m² kepada Sudarmani seharga Rp50 juta pada November 2006 dan Euis menyewa kembali properti tersebut selama 2 tahun hingga 2008. Setelah masa sewa habis, Sudarmani meminta Euis untuk keluar, tetapi Euis menawarkan tanah miliknya yang berada di sebelahnya seluas 223 m² seharga Rp50 juta, yang akhirnya juga dibeli oleh Sudarmani. Setelah pembelian tersebut, atas izin dari Sudarmani, Euis bersama-sama dengan Cece Mulyana (Terdakwa) diperbolehkan untuk menempati sebagian tanah dan bangunan dari tanah yang telah dijual tersebut selama tiga (3) bulan. Euis kemudian mengajukan untuk tetap tinggal di sana hingga tahun 2009 dengan uang sewa sebesar Rp8 juta, tetapi tidak pernah dibayarkan sehingga pada akhirnya Sudarmani meminta Euis dan Cece untuk keluar dan mengosongkan tanah dan bangunan tersebut. Euis pun keluar dari rumah tersebut, namun Cece/Terdakwa tetap menempati tanah dan bangunan tersebut hingga tahun 2013 tanpa izin.

Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung memutuskan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana “menghuni rumah tanpa izin pemiliknya yang sah”, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) j.o Pasal 36 Ayat (4) Undang-undang (UU) No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan dijatuhi pidana penjara selama sepuluh (10) bulan. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.

Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memutuskan Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena  UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman yang menjadi dasar dakwaan dan pemidanaan oleh Judex Facti tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, karena telah diganti dengan UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 147, 148 dan Pasal 149 UU No. 1/2011 mengatur bahwa penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, namun apabila musyawarah itu tidak tercapai, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan (peradilan umum).

Mahkamah Agung membatalkan putusan Judex Facti dan menyatakan bahwa penuntutan perkara terhadap Terdakwa harus dinyatakan tidak dapat diterima.

 

 

 

 

 

-> Putusan Mahkamah Agung Nomor 1414 K/PID.SUS/2015, tanggal 22 Juni 2016. Sumber: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/d8e2243a2f052455addc0f0a2be00964.html

 

 

Salam Pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary Law Offices

Komentar

Postingan Populer