Langsung ke konten utama

Unggulan

BALIK NAMA TANAH BERSERTIFIKAT HAK ATAS TANAH OLEH PEMBELI HAK TAGIH (CESSIONARIS) BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN

ARTOSULAWESI.MY.ID - Pasal 613 KUHPerdata mengatur bahwa Cessie hanya instrument hukum untuk melakukan pengalihan utang saja, dari Debitur yang macet Wanprestasi atau atas kehendak sendiri untuk mengalihkan utangnya kepada pihak lain. Tetapi sesuai dengan perkembangan dan penerapan hukum ternyata Cessie juga dapat difungsikan untuk mengatasi kredit macet atau Debitur yang Wanprestasi yang utang Debitur tersebut dijamin dengan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) agar hak-haknya terpenuhi dan dapat memberikan kepastian hukum yaitu dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (atau Penetapan ke Pengadilan Negeri) agar memutus atau menetapkan bahwa Pembeli Hak Tagih (Cessionaris) diizinkan untuk melakukan balik nama sertifikat hak atas tanah tersebut berdasarkan putusan pengadilan. *Hal tersebut sejalan dalam Putusan Pengadilan Tinggi 129/PDT/2016/PT.PBR Jo. No. 22/Pdt.G/2016/PN.Pbr sebagai berikut:* Seba...

LALAI DAN MEMBIARKAN TRANSAKSI PINJAMAN ONLINE TANPA ADANYA PERATURAN YANG ADIL: PRESIDEN RI, WAKIL PRESIDEN RI, KETUA DPR, MENKOMINFO, DAN KETUA DEWAN KOMISIONER OJK DINYATAKAN TELAH MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM


ARTOSULAWESI.MY.ID - Perkara ini bermula dari gugatan perdata yang diajukan oleh 19 warga negara Indonesia melalui mekanisme Citizen Lawsuit (gugatan warga negara). Mereka menggugat Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ketua DPR RI, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Para penggugat menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dianggap lalai mengatur dan mengawasi penyelenggaraan pinjaman online (pinjol) di Indonesia. Kelalaian ini, menurut penggugat, telah menyebabkan banyak pelanggaran terhadap hak warga negara, seperti penyebaran data pribadi tanpa izin, bunga pinjaman yang sangat tinggi, hingga praktik penagihan yang mengintimidasi dan tidak manusiawi.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa perkara ini karena menganggapnya berada di ranah Peradilan Tata Usaha Negara. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, para penggugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung (MA) akhirnya membatalkan putusan pengadilan sebelumnya dan menyatakan Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa gugatan ini. MA juga memutuskan bahwa para tergugat terbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena telah lalai dan membiarkan transaksi pinjaman online tanpa adanya peraturan yang adil. MA mengabulkan gugatan untuk sebagian dan memerintahkan pemerintah, melalui Presiden, DPR, Kominfo, dan OJK, untuk segera menyusun dan menerapkan regulasi yang melindungi hak-hak warga negara—khususnya hak atas privasi, rasa aman, dan perlindungan konsumen dalam layanan pinjol.

 

 

 

-> Putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/Pdt/2024, tanggal 24 April 2024. Sumber:  https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaef47e21fbb14dc85bc313132333139.html

 

 

Salam Pancasila,
Writer: Fredrik J. Pinakunary Law Offices

Komentar

Postingan Populer