Kerugian Masyarakat: Disrupsi Elektronik dan Akta Otentik
ARTOSULAWESI.MY.ID - Vide Pasal 28D UUD NRI 1945 Negara memberi jaminan kepastian hukum, hal tsb perlu diingatkan dan ditegaskan kembali sehubungan dengan semakin agresifnya gerakan disrupsi elektronik.
Hal ini bukan karena ketidaksetujuan transformasi yg terjadi, melainkan hanya mendudukan pada proposi yg sebenarnya.
Pengakuan terhadap keberadaan Bukti Elektronik tetap dihargai, namun sayangnya tidak diikuti dengan konsukuensi prosedur dan kekuatan pembuktian Bukti Elektronik, dimana Bukti tersebut dapat diterima setelah adanya proses uji forensik yg memerlukan waktu & biaya yang tidak sedikit.
Prosedur tersebut dibutuhkan mengingat & membuktikan bahwa Bukti Elektronik bukanlah Bukti yg terpenuh karena tidak dapat berdiri sendiri & masih perlu proses validasi, sehingga berlaku Asas Pembuktian siapa yg mendalilkan dialah yg wajib membuktikannya.
Berbeda dengan Bukti Akta Otentik, dimana berlaku Asas Praduga Sah atau sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Sehingga Akta Otentik diperlakukan Bukti yg sempurna, karena terkuat & terpenuh tadi.
Bila Akta Notaris dipaksakan untuk menggunakan tanda tangan elektronik, maka kedudukan hukumnya terdegradasi dengan sendirinya menjadi Bukti Elektronik yg setara dengan Akta di bawah tangan, berarti masyarakat diharuskan/diwajibkan lagi untuk memvalidasinya.
Lalu buat apalagi keberadaan Pejabat Umum Notaris, apabila dianggap hanya berfungsi untuk mencatat saja & outputnya bukan lagi sebagai Akta Otentik.
Kita buat aja semuanya Akta Partij maupun Relaas Akta di bawah tangan, toh Pihak lainnya maupun Sistem Publikasinya, sudah tidak lagi mensyaratkan pendaftaran didasarkan pada Akta Otentik. (NIS/Nico Indra Sakti)
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda