Kedudukan Sertipikat Hak Atas Tanah Sebagai Surat Tanda Bukti Hak
ARTOSULAWESI.MY.ID - Putusan Mahkamah Agung No. 10 K/Sip/1983 tertanggal 7 Mei 1984: penguasaan saja belum membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik tanah;
Putusan Mahkamah Agung No. 234 K/Pdt/1992 tertanggal 10 Juni 1993: sesuai dengan hukum yang berlaku bahwa Buku Letter C bukan merupakan bukti hak milik, tetapi hanya merupakan kewajiban seseorang untuk membayar pajak terhadap tanah yang dikuasainya;
Putusan Mahkamah Agung No. 624 K/Sip/1970 tertanggal 24 Maret 1971: nama seseorang yang tercantum dalam surat Letter C bukan merupakan bukti mutlak bahwa ia adalah orang yang berhak/pemilik tanah bersangkutan karena Letter C hanya merupakan bukti awal (permulaan) yang masih harus ditambah dengan bukti lainnya;
Putusan Mahkamah Agung No. 767 K/Sip/1970 tertanggal 13 Mei 1971: surat keterangan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan karena sering terjadi bahwa surat keterangan pajak masih tetap tercantum nama pemilik tanah lama padahal tanahnya sudah beralih dan menjadi milik orang lain;
Putusan Mahkamah Agung No. 30 PK/Pdt/2018 tertanggal 28 Maret 2018: bukti pembayaran pajak bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah;
Putusan No. 189 PK/Pdt/2020 tertanggal 9 April 2020: bukti berupa Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan bukan merupakan bukti kepemilikan atas objek sengketa;
Putusan No. 597 PK/Pdt/2020 tertanggal 13 Agustus 2020: berupa peta blok dan bukti surat Pajak Bumi dan Bangunan bukan merupakan bukti kepemilikan pemohon PK atas tanah objek sengketa;
Putusan Mahkamah Agung No. 34 K/Sip/1960 tertanggal 3 Februari 1960: surat Petak Pajak Bumi bukan merupakan suatu ‘bukti mutlak’ bahwa pemilik tanah sawah sengketa adalah orang yang namanya tercantum dalam Surat Petak Pajak Bumi tersebut karena Surat Petak Pajak Bumi yang diajukan dalam persidangan hanya merupakan suatu tanda siapa yang harus membayar pajak sawah bersangkutan;
Putusan Mahkamah Agung No. 1131 K/Pdt/2024 tertanggal 23 April 2024: Para tergugat tidak dapat membuktikan alas hak kepemilikannya atas objek sengketa, walaupun nama tergugat tercantum dalam Surat Ukur atas Sertifikat Hak Milik namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan yang sah atas objek sengketa, sebab tidak ada bukti sertifikat atau alas hak kepemilikan lainnya yang sah atas nama para tergugat;
Putusan Mahkamah Agung No. 663 K/Sip/1970 tertanggal 22 Maret 1972: kititir tanah bukan merupakan surat bukti kepemilikan tanah melainkan hanya bukti tanda pajak tanah dan bukan menjamin bahwa orang yang namanya tercantum di dalam kititir tanah adalah juga pemilik tanah, dan untuk dapat dinyatakan sebagai pemilik tanah diperlukan adanya bukti-bukti lain;
Putusan Mahkamah Agung No. 775 K/Sip/1971 tertanggal 6 Oktober 1971: surat jual beli tanah di bawah tangan yang diajukan dalam persidangan, tetapi disangkal oleh pihak lawan, dan tidak dikuatkan dengan bukti lainnya, maka surat jual beli tersebut dinilai sebagai alat bukti yang lemah dan belum sempurna;
Putusan No. 716 PK/Pdt/2008 tertanggal 2 Februari 2012: surat bukti yang diajukan berupa Tanda Pendaftaran Sementara tanah milik Indonesia dan Surat Ketetapan Ipeda bukan bukti kepemilikan atas tanah;
Putusan Mahkamah Agung No. 757 K/Pdt/2003 tanggal 4 April 2006: bukti pembayaran Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah) tidak dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan atas tanah;
Barangkali bisa digunakan guna melengkapi materi pemaparan maupun dalil gugatan/bantahan. (Herry Suherman)





Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda