Dinamika Tafsir Hak Menguasai Negara
|  | 
ARTOSULAWESI.MY.ID - Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 (seharusnya) mengakhiri kebijakan kepemilikan tanah berdasarkan prinsip domein verklaring warisan kolonial Belanda.
UUPA No.5 /1960 sekaligus juga memberikan tafsir baru tentang Hak Menguasai Negara (HMN) sebagai pendelegasian Hak Bangsa, yang diturunkan dari prinsip kedaulatan rakyat, yang mendasari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Tafsir baru tentang HMN juga dikuatkan kembali oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pasal 33 UUD 1945: bahwa rakyatlah yang memberikan mandat kepada negara untuk membuat kebijakan (beleid) dan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan, untuk "sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".
Tafsir atau pemaknaan oleh MK seharusnya menjadi pemaknaan baku (permanent jurisprudence) mengenai HMN.
Buku karya Dr. Syaiful Bahari yang berasal dari disertasinya di Program Doktor Hukum (PDH) Universitas Kristen Indonesia (UKI) menunjukkan perbedaan tafsir atas prinsip HMN telah menimbulkan konflik agraria berlarut-larut.
Sekalipun MK telah memberikan pemaknaan konstitusional atas prinsip HMN, namun tetap dijumpai adanya policy dan praktik tata kelola agraria yang menyimpang, bahkan masih mewarisi asas domein verklaring era kolonial.
Sebagai salah satu anggota penguji disertasi Dr. Syaful Bahari, saya tentu sangat gembira atas terbitnya kajian tersebut dalam bentuk buku ini, yang bisa dibaca khalayak luas. Selamat kepada Dr. Syaiful Bahari. MANUEL KAISIEPO. (Deddy)




Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda