LBH Pelita: Syariah Islam Dapat Diterapkan Dalam Ranah Pidana
![]() |
| KUHP BARU MEMBERIKAN RUANG SYARIAH ISLAM DAPAT DITERAPKAN DALAM RANAH PIDANA YANG BERLAKU DI DAERAH TERSEBUT |
ARTOSULAWESI.MY.ID - KUHP Baru akan dilaksanakan pada tahun 2026, sekitar 3 (tiga) bulan lagi. Terdapat pasal yang menarik untuk dicermati oleh tokoh-tokoh agama, politisi daerah dan ahli hukum, yaitu pasal 2
Pasal 2
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang
Menurut Eugen Ehrlich, (Eugen Ehrlich, Fundamental Principles of The Sociology of Law, Walter L. Moll trans, 1936) hukum yang hidup (living law) adalah hukum yang tumbuh dari masyarakat itu sendiri, bukan hanya dari pembentukan negara atau putusan hakim. Hukum ini adalah kebiasaan, norma kesusilaan, kesopanan, dan nilai-nilai agama yang mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat dan diakui secara efektif meski belum tertulis atau diformalkan oleh negara. Contoh konkretnya adalah hukum adat yang lahir dari nilai-nilai agama, nilai-nilai kesusilaan yang mempengaruhi sehingga menjadi kebiasaan masyarakat serta telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
kaidah-kaidah agama tertentu dapat diterima dan dijadikan norma dalam kehidupan masyarakat, sehingga ia menjadi bagian dari hukum adat yang berlaku dan ditaati secara turun-temurun. Di Indonesia, fenomena ini dapat dilihat pada masyarakat yang secara turun-temurun menganut suatu agama, di mana nilai-nilai agamanya terintegrasi dalam praktik-praktik dan kebiasaan sehari-hari, sehingga terbentuklah hukum yang hidup (living law).
Adat bersendikan syari’at merupakan dua unsur penting dalam masyarakat Aceh yang tidak dapat dipisahkan. Berbicara adat, secara sendirinya telah berbicara dan melibatkan hukum syari’at. Hukum Islam yang telah mengkristal dan menjiwai masyarakat adat Aceh tidak hanya dalam wacana, tetapi juga menjadi kesadaran dan aplikasi moral seluruh masyarakatnya.
Islam telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Nusantara sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan telah dipraktikkan ke dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, hal ini tercermin pada berdirinya kesultanan-kesultanan Islam diantaranya adalah Kesultanan Perlak, Kesultanan Samudera Pasai,Kesultanan Ternate, Kesultanan Gowa, Kesultanan Malaka, Kesultanan Demak, Kesultanan Banten, dan Kesultanan Mataram Islam.
Hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) harus dikompilasi dan dirumuskan dalam Perda di daerah tersebut, bukan hanya norma yang tidak tertulis.
Daerah-daerah diberikan otonom berwenang menentukan Peraturan Daerah (Perda) yang mencantumkan pidana mengenai hukum yang hidup yang berlaku di daerah masing-masing.
Oleh karena itu sudah saatnya masyarakat, tokoh-tokoh, tokoh agama, politisi dan ahli hukum menyusun “Perda yang bermuatan Pidana atau Hukum Pidana” yang mengatur hukum pidana di daerahnya.
Pasal 597 ayat (1) KUHP Nasional (UU 1/2023) mengatur ”bahwa pelaku tindakan yang dilarang oleh hukum yang hidup dalam masyarakat dapat dipidana”
Syariah adalah bagian dari masyarakat nusantara, selamatkan Indonesia dengan syariah. Demikian, Oleh: Chandra Purna Irawan - Ketua LBH PELITA UMAT. (Delictum)





Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda