Akuntabilitas Lembaga Polri dan Hak Konstitusional Warga

MAHKAMAH KONSTITUSI: SETIAP TINDAKAN ANGGOTA KEPOLISIAN HARUS BERADA DALAM KERANGKA PENUGASAN RESMI DARI KAPOLRI UNTUK MENJAMIN PRINSIP NEGARA HUKUM, AKUNTABILITAS LEMBAGA POLRI DAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA
MAHKAMAH KONSTITUSI: SETIAP TINDAKAN ANGGOTA KEPOLISIAN HARUS BERADA DALAM KERANGKA PENUGASAN RESMI DARI KAPOLRI UNTUK MENJAMIN PRINSIP NEGARA HUKUM, AKUNTABILITAS LEMBAGA POLRI DAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA



 

 

ARTOSULAWESI.MY.ID - JAHIDIN, S.I.KOM., S.H., M.I.KOM., M.H.MIL dan CHRISTIAN ADRIANUS SIHITE, S.H. (Para Pemohon) mengajukan permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mereka mendalilkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3), yang menurut Para Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 karena memberi peluang bagi tindakan Kepolisian yang tidak berdasarkan penugasan resmi dari Kapolri, sehingga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan dan mengabaikan prinsip Negara Hukum serta Kepastian Hukum Yang Adil. Pencerahan Hukum Hari Ini., 17 November 2025.

Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya terlebih dahulu menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi menilai Para Pemohon memiliki Kedudukan Hukum (legal standing) sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, karena norma yang diuji berpotensi menimbulkan kerugian terhadap Hak Konstitusional Para Pemohon sebagai Warga Negara. Pemerintah dan DPR berpendapat bahwa frasa tersebut bersifat klarifikatif dan tidak menciptakan norma baru, melainkan memberikan fleksibilitas operasional bagi pelaksanaan tugas Kepolisian. 

Namun, Mahkamah Konstitusi berpendapat sebaliknya bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengaburkan hierarki komando dalam institusi Kepolisian, karena dapat ditafsirkan sebagai pembenaran bagi tindakan aparat tanpa dasar penugasan resmi.

Menurut Mahkamah Konstitusi, hal ini bertentangan dengan Asas Legalitas, Prinsip Akuntabilitas, serta Struktur Komando yang merupakan bagian esensial dari profesionalisme Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu, penjelasan Undang-Undang tidak boleh menambah atau mengubah substansi norma dalam batang tubuh, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 64 UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya, serta menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat, serta memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Putusan ini menegaskan bahwa setiap tindakan anggota Kepolisian harus berada dalam kerangka penugasan resmi dari Kapolri untuk menjamin prinsip Negara Hukum, Akuntabilitas Kelembagaan, dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara.

—> Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025, tanggal 13 November 2025. Sumber: https://s.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_mkri_13410_1763008368.pdf. Salam Pancasila, (Fredrik J. Pinakunary).

Komentar

Popular Posts All Time